Sindonews.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
berjanji, akan memblokir seluruh aset mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK)
Akil Mochtar, yang berasal dari tindak pidana korupsi.
Akil sudah berstatus tersangka dalam kasus dugaan suap Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pemilukada) Lebak, Banten dan Pemilukada Gunung Mas, Kalimantan Tengah. KPK juga menjerat Akil dengan pasal Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
"Akil kan sudah di TPPU-kan. Jadi semua aset yang berkaitan tindak pidana akan dilakukan pemblokiran, termasuk tanah dan rumah," kata Ketua KPK Abraham Samad di kantor Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkum HAM), Jakarta Selatan, Selasa (12/11/2013).
Seperti diketahui, KPK telah menetapkan Akil Mochtar sebagai tersangka, di dua kasus dugaan suap sengketa Pemilukada Kabupaten Gunung Mas, dan Pemilukada Kabupaten Lebak. Untuk kasus dugaan suap sengketa Pemilukada Gunung Mas sebesar Rp3 miliar.
Akil ditetapkan tersangka bersama pengusaha berinisial CN alias Cornelius Nalau, anggota Fraksi Partai Golkar (F-PG), CHN alias Chairunnisa dan Bupati Gunung Mas, HB alias Hambit Binti.
Sementara, dalam kasus dugaan suap pengurusan sengketa Pemilukada Lebak, Banten, sebesar Rp1 miliar, Akil ditetapkan tersangka bersama pengacara berinisial STA alias Susi Tur Andayani.
Akil dalam hal ini dengan STA ditetapkan sebagai pihak penerima suap. Adapun pihak pemberi adalah tersangka TCW alias Tubagus Chaery Wardhana yang diketahui adik dari Gubernur Banten, Ratu Atut Chosiyah.
Tubagus Chaeri juga suami dari Wali Kota Tangerang Selatan (Tangsel), Airin Rachmi Diany.
Akil juga disangka melanggar pasal 3
Undang-Undang (UU) Nomor 8/2010 tentang TPPU. Rumusan pasal itu, Akil diduga
telah menempatkan, mentransfer, mengalihkan, membelanjakan yang diduga
merupakan hasil tindak pidana.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham
Samad, mengatakan, pihaknya akan menyita seluruh aset mantan Ketua Mahkamah
Konstitusi (MK) yang diduga terkait Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Selain
rekening, KPK telah menyita sejumlah rekening, pihak KPK akan menyita tanah dan
rumah Akil Mochtar.
"Akil kan sudah di-TPPU-kan. Jadi, semua aset-aset
yang berkaitan tindak pidana akan dilakukan pemblokiran, termasuk tanah dan
rumah," kata Abraham usai acara pelantikan Direktur Jenderal Pemasyarakat
(Dirjen PAS), Handoyo Sudrajat, di kantor Kemenkumham, Jakarta, Selasa
(12/11/2013).
Abraham belum bisa menjelaskan, sudah ada tidaknya indikasi
pencucian uang yang dilakukan Akil terhadap rumah dan tanahnya.
Namun, ia memastikan pihaknya juga akan menelusuri pihak
calon kepala daerah yang diduga memberikan suap terkait penanganan sengketa
pemilukada di MK.
Dalam catatan Tribunnews.com, setidaknya ada tiga unit
mobil, dua deposito, dan 13 rekening yang diblokir dan disita pihak KPK terkait
Akil Mochtar pasca-penangkapan pada 2 Oktober 2013 lalu.
Ke-13 rekening yang diblokir, di antaranya enam rekening
Akil Mochtar sebesar Rp 10 miliar, dua rekening Ratu Rita (istri Akil Mochtar
sekitar Rp 300 juta, satu rekening anak Akil Mochtar sekitar Rp 70 juta, dua
rekening perusahaan milik istri Akil Mochtar (CV Ratu Samagat) sekitar Rp 109
miliar, satu rekening mertua Akil Mochtar, dan satu rekening saudara Akil
Mochtar.
mengomentari kasus Akil , saya memulai dengan rangkuman
di atas yaitu , KPK resmi menjerat Akil Mochtar dengan pasal pencucian uang.
Ketua MK nonaktif itu diduga melakukan tindak penyamaran harta kekayaan yang
didapat dari hasil korupsi. Hasil penyidikan KPK mengenai kasus suap sengketa
Pilkada yang menjerat Akil memang mengungkap kekayaan Akil yang berada di luar
batas kewajaran. Pihak PPATK juga menyatakan ada aliran uang dari kepala daerah
kepada Akil. Salah satu bukti bentuk penyamaran uang hasil penerimaan suap yang
dilakukan Akil adalah CV Ratu Samagat. Perusahaan di Pontianak, Kalbar, milik
istri Akil Mochtar ini diduga menjadi tempat pencucian uang, di mana terdapat
transaksi mencurigakan hingga angka Rp 100 miliar. Salah satu yang dicurigai
adanya transfer dalam jumlah besar dari pengacara Susi Tur Andayani, yang kini dijadikan
tersangka. CV tersebut juga diduga memiliki laporan keuangan yang menimbulkan
kecurigaan. KPK bergerak cepat etelah penerapan pasal pencucian uang akal
disusul dengan penyitaan aset. Namun penyidik juga dituntut untuk teliti karena
harus memilah mana aset yang diduga didapatkan dari dana hasil korupsi, dan
mana yang bukan.
BARANGKALI tidak berlebihan bila belakangan ini kita menyebut bahwa istilah korupsi sebagai musuh bersama hanya sekadar basa-basi yang ditunjukkan para pejabat negara. Buktinya negeri ini tidak pernah habis dengan urusan korupsi. Parahnya lagi, korupsi ternyata kini sudah menjangkiti semua lapisan dalam tatanan di negeri ini. Mulai dari pejabat terendah hingga pejabat tinggi negara. Kejadian yang paling anyar adalah ditangkapnya Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar dengan dugaan kasus penerimaan suap sebanyak Rp 3 miliar terkait sengketa Pilkada Bupati Gunung Mas, Provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng) dan Lebak, Provinsi Banten.
Ironisnya lagi, di sebuah ruang kerja seorang pejabat
tinggi negara sekelas Ketua MK ditemukan narkoba, obat kuat pemuas birahi.
Kalau di ruang kerja saja sudah seperti itu, apalagi di ruangan itu juga ada
ruang tidur dengan tempat tidur empuk ukuran besar, dapat dipastikan siapa pun
dengan cepat akan mengambil kesimpulan bahwa pejabat dimaksud adalah seorang
yang bejat. Andai semua itu berkaitan dengan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK)
Akil Mochtar, maka siapa pun sepertinya akan setuju pengadilan menjatuhkan
hukuman terberat pada Akil. Penyidik KPK, ketika melakukan penggeledahan di
ruang kerja Akil di MK, Kamis (3/10), menemukan barang yang diduga narkoba
jenis ekstasi dan ganja.
Temuan itu dibenarkan Sekjen MK, Janedjri M Gafar. Kepada
wartawan dikatakan, pada berita acara penggeledahan KPK disebutkan, narkoba
ditemukan penyidik di laci meja kerja Akil. Narkoba dimaksud berupa inex warna
hijau dan ungu, juga ada dua linting ganja utuh dan satu linting yang sudah
dibakar. Barang bukti sudah dikirim ke Badan Narkotika Nasional. Siapa pun
pantas miris, bahkan marah besar, hilang kepercayaan terhadap semua pejabat
yang ada di negeri ini. Itu sesuatu yang wajar. Bayangkan seorang petinggi
sebuah lembaga hukum berbuat sangat rendah, “melacurkan” diri dengan menjual
kekuasaan yang dimilikinya.
Bukti bahwa dia berkaitan dengan suap Rp 4 miliar terkait
sidang persengketaan pilkada saja sudah menghebohkan dunia, apalagi di ruang
kerjanya ditemukan barang haram, narkoba, plus obat kuat agar tangguh
menghadapi lawan jenis. Dengan segala bukti tersebut, wajar apabila berbagai
kalangan-mulai dari mantan Ketua MK Jimly Asshiddiqie hingga Mahfud MD, mantan
Wapres Jusuf Kalla, para anggota DPR, pengamat, tokoh masyarakat, dan tokoh
agama-dengan suara bulat berharap pengkhianat kepercayaan bangsa dan negara itu
dihukum seberat-beratnya, bahkan hukuman mati. Jadikan Akil sebagai contoh
bahwa hukum tidak boleh dipermainkan, apalagi diperjualbelikan.
Jujur sekarang masyarakat bingung dan balik bertanya mau
dibawa ke mana sosok hukum di negeri ini. Lembaga penguji perundangan di negeri
ini saja sudah terkena virus korupsi. Tidak tanggung-tanggung, yang terlibat
justru Ketua MK Akil Mochtar yang pernah menganjurkan agar potong tangan bagi
koruptor.