Nama : Handiny Eka
Pertiwi
Kelas : Ilmu Hukum 5B
Nim : 1111 048 0000 48
Isu hukum normatif :
Apakah sesungguhnya
kasus Prita Mulyasari sesuai dengan UU no . 11 tahun 2008 (UU ITE) ?
1.
Pendekatan perundang-undangan
2.
Pendekatan kasus
1.
Pendekatan perundang-undangan : Saya mengambil isu
hukum tersebut masuk kedalam pendekatan perundang-undangan karena sudah jelas
dikatakan bahwa pendekatan perundang-undangan itu sendiri mengkaji semua
undang-undang dan pengaturan yang bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang
ditangani. Di siitu saya menuliskan UU no. 11 tahun 2008 ( UU ITE) yang
menyebutkan “ setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan /
atau mentransmisikian dan/ atau membuat dapat di aksesnya informasi elektronik
dan/ atau dokumen elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/ atau
pencemaran nama baik “ dari pasal ini ada juga yang berhubungan selain UU ITE
meskipun pada dasarnya di dalam KUHP seperti disebutkan :
KUHP
BUKU KEDUA - KEJAHATAN
BAB XVI
PENGHINAAN
BUKU KEDUA - KEJAHATAN
BAB XVI
PENGHINAAN
Pasal 310
(1) Barang siapa sengaja menyerang kehormatan
atau nama baik seseorangdengan menuduhkan sesuatu hal, yang
maksudnya terang supaya hal itu diketahui umum, diancam karena pencemaran
dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana
denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
(2) Jika hal itu dilakukan
dengan tulisan atau gambaran yang disiarkan, dipertunjukkan atau
ditempelkan di muka umum, maka diancam karena pencemaran tertulis
dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau
pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
Dari kedua pasal dan UU itu saya
menarik kesimpulan bahwa kasus prita tidak lain adalah pencemaran nama baik
namun bedanya dia melakukan hal itu di dunia maya sehingga banyak
penyebar-penyebar lain yang awalnya tidak tau dia hanya meng copy paste
sehingga langsung menyebar kemana-mana . kesesuaian undang-undang tersebut yang
intinya sama sama pencemaran nama baik .
Pendekatan Kasus
:
pendekatan kasus sendiri bertujuan untuk menelaah beberapa kasus yang
menjadi keputusan tetap untuk menemukan pertimbangan pengadilan . nah disini
kasus yang saya tulis diatas adalah tentang pencemaran nama baik melalui social
media khsusnya kasus Prita Mulyasari yang memang pada akhirnya setelah PK hakim
MA menyatakan bebas eperti yang kita ketahui, kasus Prita Mulyasari berawal
dari tulisannya melalui surat elektronik atau email yang berisi tentang
keluhannya atas pelayanan Rumah Sakit Omni Internasional Alam Sutera Tangerang,
yang kemudian menyebar, dan berbuah gugatan perdata, dan pidana oleh pihak RS
Omni Internasional.
Kebebasan berekspresi merupakan salah satu hak asasi manusia yang sangat
strategis dalam menopang jalannya kehidupan demokrasi. Hak ini dijamin dan
dilindungi oleh Negara. Namun, dalam rezim hukum dan hak asasi manusia, selain
menjamin kebebasan berekspresi ini, negara juga menjamin hak individu atas
kehormatan atau reputasi. Dalam banyak kasus, Pengadilan lebih memilih untuk
mendahulukan hak atas reputasi daripada mempertimbangkan keduanya secara
seimbang dan seksama. Perlindungan terhadap hak atas reputasi tidak boleh
mengancam kebebasan berekspresi.
Putusan PK atas Kasus Prita Mulyasari ini setidaknya bisa mengurangi
rasa takut pada masyarakat luas, dalam menyampaikan pendapat, informasi atau
berekspresi, khususnya secara tertulis melalui dunia maya. Karena tak
dipungkiri, pidana penjara merupakan pidana yang menakutkan bagi tiap orang.
Meskipun tingkat pidananya rendah, namun pidana penjara dapat menghadirkan
dampak-dampak mendalam lainnya.
Proses kasus Prita Mulyasari memang cukup panjang. Awalnya, Prita
diseret ke pengadilan atas tuduhan melakukan tindak pidana pencemaran nama baik
di Pengadilan Negeri Tangerang gara-gara mengeluhkan pelayanan buruk RS Omni
Internasioanal dengan menyebarkan sebuah email. Alhasil, Majelis PN Tangerang
membebaskan Prita pada 2009, tetapi jaksa mengajukan upaya hukum kasasi dan
kasasinya dikabulkan MA.
Kasus lainnya
yang saya akan bahas adalah kasus dari Aktivis
media sosial Benny Handoko sebagai
pemilik akun twitter @benhan ditahan di LP Cipinang Jakarta Timur. Benny
ditahan setelah dilaporkan oleh politikus Golkar Misbakhun atas pencemaran nama
baik di media sosial twitter.
Benny ditahan dengan jeratan Pasal 27 ayat 3 Jo Pasal
45 UU RI No 11 Tahun 2008 UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) tentang
penghinaan dan pencemaran nama baik. Penerapan pasal ini kemudian menjadi
polemik. Tidak banyak saya jelaskan menganai benny ini , kasusnya hampir sama
dengan Prita hanya bedanya benny menuduh tanpa bukti dari perkataannya terhadap
Misbahun . Misbakhun kemudian melaporkan Benny ke polisi. Benny dijerat dengan
Pasal 27 ayat 3 juncto Pasal 45 Undang-Undang Nomor 11 Tahun
2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Ancaman hukumannya adalah enam
tahun penjara dan atau denda Rp 1 miliar. Pada Jumat malam, 6 September 2013,
Benny dibebaskan dari tahanan karena permohonan penangguhan penahanannya
dikabulkan kejaksaan.
Kasus pertama yang saya tulis dan perbandingannya ini
sebenernya tidak beda jauh , namun mengapa yang kasus pertama harus ribet
putusannya sampai ke PK sementara kasus kedua hanya sebentar 1 hari bahkan
langsung bebas , padahal menurut saya kasus kedua lebih berat dibanding kasus
pertama . dikasus pertama Prita pertama hanya mengemukakan di milis , andai dan
itu pun memang terbukti keluhannya sendiri andai saja tidak di sebarluaskan
oleh yang lain maka tidak akan tersebar sementara kasus kedua Benny
mengemukakan pendapatnya di twitter yang mana bisa di lihat oleh semua orang
sedangkan orang bisa melihat semuanya , dan berdasarkan yang saya lihat juga
tuduhan benny sangat tidak berprikemanusiaan dan tidak sesuai dengan fakta ,
juga disaat pihak misbahun sudah mengajak bertemu untuk menyelesaikan tidak ada
tanggapan dari pihak benny dan agak membingungkan bahwa benny dalam 1 hari saja
sudah bisa pulang .
kemudian dari kedua UU yang bersangkutan juga sama ,
namun yang lebih ditarik adalah secara UU juga disini kan dibahas bahwa Bunyi
Pasal 27 ayat 3 UU ITE seperti berikut: “Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa
hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya
Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan
penghinaan dan/atau pencemaran nama baik”
Sedangkan
pasal pidananya adalah pada pasal 45 ayat 1: Setiap Orang yang memenuhi unsur
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1), ayat (2), ayat (3), atau ayat (4)
dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling
banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Menurut
saya, pasal ini seharusnya tidak perlu ada karena muatan “pencemaran nama baik”
sudah dikandung dalam pasal 310 dan 311 KUHP. Dalam tulisan terpisah, akan saya
jelaskan mengapa keberadaan pasal ini harus ditolak. Namun demikian, selama
pasal dalam UU ITE ini sudah berlaku, maka wajib kita ikuti aturan mainnya sebagai
bagian dari ketaatan hukum.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar