A. Hukum Adat Dalam UUPA
1. UUPA
Mengakhiri Kebhinnekaan Peraturan Pertanahan DiIndonesia
Berlakunya UUPA merupakan perubahan yang mendasar
dalam Hukum Tanah (Hukum Agraria) Indonesia. Sejak tanggal 24 dicatat
sebagai salah satu tonggak yang sangat penting dalam sejarah Agraria /
pertanahan di Indonesiapada umumnya dan pembaharuan Hukum Agraria / hukum
tanah pada khususnya.
Sebelum berlakunya UUPA, Hukum Agraria bersifat
dualistik, yakni berumber pada Hukum Adat dan hukum Agraria Barat. Sejak UUPA
berlaku maka Hukum Agraria Barat tersebut dinyatakan tidak berlaku, dan sifat
dualistik tersebut juga hapus, yang berlaku adalah UUPA sebagai hukum positif
yang berlaku secara unifikasi di Indonesia.
Bahwa di dalam Negara Republik Indonesia yang
susunan kehidupan rakyatnya, termasuk perekonomian, terutama masih bercorak
agraris, bumi, air, dan ruang angkasa sebagai Karunia Tuhan Yang Maha Esa
mempunyai pungsi yang sangat penting untuk membangun masyarakat yang adil dan
makmur.
Bahwa hukum agraria masih berlaku sekarang ini
sebagian tersusun berdasarkan tujuan dan sendi-sendi dari pemerintahan jajahan
dan sebagian dipengaruhi olehnya, sehingga bertentangan dengan rakyat dan
negara di dalam menyelesaikan revolusi nasional sekarang ini serta pembangunan
semesta.
Bahwa dalam hukum agraria tersebut mempunyai sifat
dualisme, dengan berlakunya hukum adat disamping hukum agraria yang didasarkan
atas hukum barat.
Bahwa bagi rakyat asli hukum agraria penjajahan itu
tidak menjamin kepastian hukum.
Dalam pada itu hukum Agraria yang berlaku sekarang
ini, yang seharusnya merupakan salah satu alat yang penting untuk membangun
masyarakat yang adil dan makmur, ternyata bahkan sebaliknya, dalam banyak hal
justru merupakan penghambat tercapainya cita-cita di atas. Hal itu disebabkan
terutama :
Karena Hukum Agraria yang berlaku sekarang ini
tersusun berdasarkan tujuan dan sendi-sendi dari pemerintah jajahan, dan
sebagian lainnya lagi dipengaruhi olehnya, hingga bertentangan dengan
kepentingan rakyat dan negara didalam melaksanakan pembangunan semesta dalam
rangka menyelesaikan revolusi nasional sekarang.
Karena sebagai akibat politik hukum pemerintahan
jajahan itu Hukum Agraria tersebut mempunyai sifat dualisme, yaitu berlakunya
peraturan-peraturan dari hukum adat disamping peraturan-peraturan dari yang
didasarkan atas hukum barat, hal mana selain menimbulkan berbagai masalah antar
golongan yang sulit, juga tidak sesuai dengan cita-cita persatuan bangsa.
Karena bagi rakyat asli hukum Agraria penjajahan itu
tidak menjamin kepastian hukum berhubung dengan itu maka perlu adanya hukum
agraria baru nasional, yang akan mengganti hukum yang berlaku sekarang ini,
yang tidak lagi bersifat dualisme, yang sederhana dan menjamin kepastian hukum
bagi seluruh rakyat.
2. UUPA Sebagai
Hukum Pertahanan Nasional
Peraturan dasar hukum formal sebagai landasan
yuridis dan filosofis bagi pembentukan politik UUPA adalah pasal 33 ayat (3)
UUD 1945.Sebagaimana disebutkan Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 sebagai landasan
konstitusional dan politik pertahanan, jika dicermati ketentuan ini maka kata
“menguasai” memberikan pernyataan kewenangan menguasai negara yang diberi
kewenangan untuk menguasai bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di
dalamnya, kewenangan menguasai tanah yang diberikan kepada negara untuk
mengatur peruntukkannya yang ditujukan bagi masyarakat (falsafah atau jiwa dan
semangat UUPA)
Di lihat dari segi berlaku, UUPA mempunyai dua
substansi, yaitu
a. Menyatakan
tidak berlaku lagi dan mencabut Hukum Agraria Kolonial, berarti mengakhiri
hukum agraria kolonial dan menghapus dualisme hukum agraria kolonial, dan
b. Membangun
hukum agraria atau hukum tanah nasional, berarti membangun pradigma hukum pertahanan yang berorientasi bagi kemakmuran seluruh rakyat, berfungsi sosial
dengan kemakmuran seluruh rakyat, berfungsi sosial dengan menghormati hak dan
mengakui hak pribadi, kesederhanaan dan memberikan kepastian hukum, negara
berfungsi sebagai regulator dan menempatkan hukum adat sebagai dasarnya.
UUPA sebagai hukum pertanahan nasional mempunyai dua
sifat, yakni :
Sifat nasional format, sifat tersebut dapat dilihat.
1. UUPA dibentuk
dan dibuat oleh Dewan Perwakilan Rakyat.
2. Disusun dalam
Bahasa Indonesia, berlaku dalam wilayah Indonesia.
Sifat nasional materil, sifat ini dapat disimak
bahwa Hukum Agraria Nasional harus bertujuan dan bersifat nasional, yakni :
1. Hukum Agraria
Nasional berdasarkan Hukum Adat.
2. Hukum Agraria
Nasional harus sederhana.
3. Hukum Agraria
Nasional harus menjamin kepastian hukum bagi rakyat seluruh Indonesia.
4. Hukum Agraria
Nasional tidak boleh mengabaikan unsur-unsur yang bersandar pada hukum agama.
5. Fungsi bumi,
air dan kekayaan alam serta ruang angkasa harus sesuai dengan kepentingan
rakyat Indonesia.
6. Hukum Agraria
Nasional harus mewujudkan penjelmaan dari Pancasila sebagai azas kerohanian
Bangsa Indonesia.
7. Hukum agraria
Nasional harus melaksanakan ketentuan pasal 33 ayat (3) UUD 1945 yang
mewajibkan negara harus mengatur pemilikan, penggunaan dan peruntukan tanah
sehingga dapat dicapai penggunaan tanah untuk sebesar-besarnya kemakmuran
rakyat.
Kehadiran UUPA mengakhiri dualisme hukum yang
berlaku sebelumnya, diganti dengan sistem hukum tanah nasional yang didasarkan
pada falsafah hukum adat. Ini berarti UUPA dimaksudkan sebagai Undang-Undang
pokok yang secara umum mengatur mengenai norma-norma hukum agraria yang secara
umum mengatur mengenai hukum tanah. Dalam pelaksanaan sekarang ini UUPA tidak
lagi memadai dalam mengantisipasi berbagai permasalahan pertanahan yang
cenderung meningkat tajam dan komplekas.
Inkonsistensi terjadinya duplikasi pengaturan
mengakibatkan tumpang tindih, tidak singkron, penafsiran yang luas tidak jarang
merugikan masyarakat.
B. Kedudukan Hukum Adat Dalam UUPA.
Hukum Indonesia dalam arti hukum positif
bersumber pada Pancasila dan UUD 1945. Menurut pandangan UUD 1945 sebagaimana
tercantum dalam pembukaan yang berpangkal pada kemerdekaan sebagai hak segala
bangsa. Dalam kalimat selanjutnya dalam pembukaan itu menunjukkan konsep lebih
lanjut dalam garis besar dari isi kemerdekaan, yang menurut
paham Indonesiamenjadi sumber materil UUD 1945. hukum dasar yang dimaksud
adalah yang merupakan wujud rumusan dari filsafat Pancasila. Hukum dasar
tersebut merupakan penjabaran dari Rechsidee.
Sumbernya Rechsidee itu ialah nilai-nilai budaya Indonesia.
Hukum adat adalah hukumnya masyarakat yang masih
sederhana, dengan lingkup personal dan teritorial yang terbatas. Hukum Agraria
Nasional dimaksudkan sebagai hukumnya masyarakat modern, dengan lingkup
personal yang meliputi seluruh wilayah Negara Republik Indonesia. Sehingga
penyempurnaan hukum adat dilakukan melalui penyesuaian kepentingan masyarakat
dalam koteks negara modern dan dunia International.
Sesuai dengan fungsi hukum adat sebagai pelengkap
hukum tertulis, maka berdasarkan pasal 5 dan penjelasan III (1) UUPA maka hukum
pelengkap itu perlu mengalmi pembersihan (sanering, retool). Lebih dulu.
Ketentuan UUPA yang mengatur kedudukan hukum adat,
selain ketentuan hukum tersebut diatas dapat dilihat dalam bagian lain sebagai
berikut :
a. Konsiderans
Bagian Berpendapat a : Bahwa berhubung dengan apa yang tersebut dalam
pertimbangan diatas perlu adanya hukum Agraria nasional, yang berdasarkan hukum
adat tentang tanah, yang sederhana yang menjamin kepastian hukum bagi seluruh
rakyat Indonesia, dengan tidak mengabaikan unsur-unsur yang bersandar pada
hukum agama.
b. Pasal 2 ayat
(4) : Hak menguasai dari negara tersebut diatas pelaksanaannya dapat dikuasai
kepada Daerah-daerah Swatantra dan masyarakat-masyarakat hukum adat, sekedar
diperlukan dan tidak bertentangan dengan kepentingan nasional.
c. Pasal 3
: Dengan mengingat ketentuan dalam pasal 1 dan 2 pelaksanaan Hak Ulayat dan
hak-hak yang serupa itu dari masyarakat hukum adat, sepanjang menurut
kenyataannya masih ada, harus sedemikian rupa sehingga sesuai dengan
kepentingan nasional dan negara, yang berdasarkan atas persatuan bangsa serta
tidak boleh bertentangan dengan undang-undang dan peraturan lain yang lebih
tinggi.
d. Penjelasan
Pasal 5 : Penegasan hukum adat dijadikan dasar dari hukum Agraria yang baru.
Selanjutnya lihat Penjelasan Umum (III angka 1).
Berdasrkan ketentuan-ketentuan hukum tersebut
diatas, UUPA memberikan kedudukan sebagai posisi dasar. Karena itu, hukum adat
berlaku dalam kerangka UUPA sebagai kesatuan tidak terlepas dari UUPA itu
sendiri. Dengan perkataan lain, pasal-pasal dalam UUPA merupakan kristalisasi dari
asas hukum adat sehingga UUPA itulah penjelmaan hukum adat.
Pembentukan hukum Agraria nasional mempunyai 2 (dua)
kedudukan, yaitu :
“Hukum adat sebagai dasar utama”. Hukum adat sebagai
dasar utama hukum Agraria nasional disimpulkan dari Konsiderans UUPA di bawah
perkataan “Berpendapat” dan dalam Penjelasan Umum III No. 1.
“Hukum adat sebagai pelngkap”. Hukum adat sebagai
pelengkap mempunyai arti, yaitu bahwa pembentukan hukum nasional yang
mewujudkan kesatuan hukum, kepastian hukum, perlindungan hukum kepada pemegang
hak memerlukan suatu proses yang memakan waktu. Selama proses itu belum
selesai, hukum tertulis yang sudah ada tetapi belum lengkap, maka memerlukan
pelengkap agar tidak terjadi kekosongan hukum.
Pemberian kedudukan hukum adat sebagai dasar
pembentukan UUPA pada hakekatya adalah merupakan pengakuan terhadap eksistensi
hukum adat yaitu :
Pengakuan dan penegasan sebagai dasar hukum
berlakunya hukum adat :
Pengakuan terhadap Hukum-hukum adat merupakan posisi
dasar berlakunya hukum adat.
Hukum adat yang dimaksudkan UUPA adalah hukum adat
hukum aslinya golongan rakyat pribumi yang merupakan hukum yang hidup dalam
bentuk tidak tertulis dan mengandung unsur-unsur nasional yang asli, yaitu
sifat kemasyarakatan dan kekeluargaan yang berdasrkan keseimbangan serta
diliputi oleh suasana keagamaan atau prinsip nasionalitas, Pro kepentingan
negara, Pro kepentingan bangsa, Pro Pancasila tidak bertentangan dengan
Undang-undang / peraturan perundangan yang lebih tinggi dan ditambah unsur
agama.
Karena itu memberlakukan hukum adat dengan disertai
dengan persyaratan, bahwa hukum adat itu tidak boleh bertentangan dengan :
- Kepentingan
nasionalisme dan negara yang berdasarkan atas persatuan bangsa.
- Sosialisme Indonesia
- Peraturan-peraturan
yang tercantum dalam UUPA
- Peraturan-peraturan
Perundangan lainnya.
- Unsur-unsur
yang bersandar pada hukum agama
- Pembatasan-pembatasan
bagi berlakunya hukum adat tidaklah mengurangi arti ketentuan pokok dalam UUPA,
bahwa hukum Agraria memakai hukum adat sebagai dasar dan sumber utama
pembangunannya.
Pengakuan hukum adat merupakan perlindungan hukum
masyarakat adat. Pengakuan hukum adat sebagaimana disebutkan dalam pasal 5 UUPA
merupakan suatu bentuk keragu-raguan, terutama mengenai kemampuan hukum adat
dalam memenuhi tuntutan masyarakat modern. Hal ini terutama dilontarkan oleh
penganut paham kodifikasi yang intinya hukum adat tidak menjamin kepastian
hukum.
C. KOMENTAR
SEJARAH
TERBENTUKNYA UUPA
1. Undang-Undang
Pokok Agraria (Undang-undang No 5 tahun 1960) diundangkan pada
tanggal 24 September 1960 dalam Lembaran Negara Nomor 104 Tahun 1960.
Sudah lama dicita-citakan oleh Pemerintah untuk
merombak seluruh sistem dan filosofi keagrariaan di Indonesia.
Pekerjaan membuat suatu hukum Agraria yang unifikasi
bagi seluruh tumpah darah Indonesia tidaklah semudah seperti yang
kita dapat rencanakan atau pikirkan, banyak faktor-faktor yang akan dan akan
mempengaruhinya. Apakah itu dari konstelasi politik pada saat dibentuknya,
ataupun pandangan-pandangan dan pembicaraan-pembicaraan di Dewan Perwakilan
Rakyat.
Hanya satu hal yang tetap melandasi UUPA tersebut
yaitu Pancasila dan pasal 33 ayat 3 UUD 45.
Apa yang diuraikan dibawah ini akan lebih jelaslah
seluruh masalah yang dibicarakan oleh pasal-pasal UUPA tersebut.
Pada tanggal 1 September rencana Undang-Undang
tersebut telah dibicarakan dalam Rapat Gabungan Komisi-komisi dengan Pemerintah
yang diwakili oleh Menteri Agraria, Mr. Sadjarwo. Dalam memori penjelasan atas
rencana Undang-Undang Pokok Agraria disebut tujuan pokok Undang-Undang pokok
Agraria ialah :
Meletakkan dasar-dasar bagi penyusun hukum Agraria
Nasional yang akan merupakan alat untuk membawakan kemakmuran, kebahagiaan dan
keadilan bagi negara dan rakyat tani, dalam rangka masyarakat yang adil dan
makmur.
Meletakkan dasar-dasar untuk mengadakan kesatuan dan
kesederhanaan dalam hukum pertanahan.
Meletakkan dasar-dasar untuk memberikan kepastian
hukum mengenai hak-hak atas tanah bagi rakyat seluruhnya. (Hal ini kemudian
dicantumkan dalam pasal 1 ayat 1 UUPA).
Dari menimbang dan berpendapat tersebut dapat kita
memberikan beberapa komentar sebagai berikut :
Pengakuan bahwa bumi, air, ruang angkasa dari Bangsa
Indonesia adalah karunia dari Tuhan Yang Maha Esa dengan demikian kita
mengetahui bahwa keterkaitan kita sesuai dengan sila Pertama dari pancasila
yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa merupakan sifat religiusnya Bangsa Indonesia dan
mengakui pemberian Tuhan kepada Bangsa Indonesia.
Dalam sejarah pertahanan Indonesia sebagaimana
dapat kita telusuri dari hukum adat di Acehdijelaskan bahwa bumi ini adalah
Haqul Allah, manakala dia sudah terkait kepada Bangsa (Indonesia) kita sebut
Haqul Adam. Hal ini juga tercermin pada nomor C dari berpendapat tersebut.
Filosofi dan teori hukum Agraria penjajahan tidak
sesuai dengan cita-cita Bangsa Indonesia dan tidak menjamin kepastian
hukum
Akibat dari apa yang tersebut diatas, maka timbullah
dualisme dalam hukum pertahanan dan demikian pula tidak sesuai dengan kepentingan
rakyat Indonesia.
Haruslah diciptakan suatu hukum Agraria yang
sederhana dan menjamin kepastian hukum dan dimasukkannya unsur agama
(perwakapan) dalam sistem Hukum Agraria Nasional tersebut.
Hukum Agraria Nasional tersebut yang mencakup
seluruh tanah tumpah Darah Indonesia, harus dapat memenuhi keperluan
permintaan zaman.
Bahwa hukum Agraria nasional itu, berdasarkan atas
hukum, adat tanah, yang bersifat nasional, bukan hukum adat yang bersifat
kedaerahan.
Bahwa pada berpendapat, c, sesuai dengan ketetapan
MPR II/MPR/1978 tentang Pedoman dan Pengamalan Pancasila, maka urutan dan
penamaan dari sila-sila dari Pancasila harus sesuai dengan pembukaan UUD 45,
yaitu :
1. Ketuhanan Yang
Maha Esa
2. Kemanusiaan
yang adil dan beradap
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan
yang dipimpin oleh hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan / Perwakilan
5. Keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Dengan selalu kita memperhatikan Tap-tap MPR, maka
kita akan selalu menyesuaikan dengan ketetapan-ketetapannya yang setiap 5 tahun
kita tetapkan.
D. KESIMPULAN
Bahwa hukum tanah nasional Indonesia mengakui adanya
hak ulayat dan yang serupa itu dari masyarakat hukum adat,sepanjang pada
kenyataanya masih ada sebagaimana dimaksud dalam ketetuan Pasal 3 Undang-Undang
No 5 tahun 1950 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria)
Bahwa dalam kenyataannya pada waktu ini di banyak
daerah masih terdapat tanah-tanah dalam lingkungan masyarakat hukum adat yang
pngurusan, penguasaan,dan penggunannya didasarkan pada ketetuan hukum adat
setempat dan diakui oleh para warga masyarakat hukum adat yang bersangkutan
sebagai tanah ulayatnya
E. SARAN
a. Perlu
diberi pedoman yang dapat digunakan sebagai pegangan dalam menghadapi dan melesaikan
masalah-masalah yang ada dan melaksanakan urusan pertanahan pada umumnya dalam
hubungannya dengan hak ulayat masyarakat hukum adat tersebut di kemudian hari
b. Bahwa
pedoman tersebut perlu diperiksa dalam bentuk Peraturan Menteri Negara Agraria/
Kepala Badan Pertanahan Nasional
DAFTAR PUSTAKA
· Prof.Dr
A.P. Parlindungan, Komentar Atas Undang-Undang Pokok
Agraria, Mandar Maju,Bandung
· Dr.Djamanat
Samosir,SH,M,Hum, Hukum Adat ,UNIKA, 2008
· Pengantar
Hukum Adat Indonesia EDISI 11,TARSITO, Bandung
Tidak ada komentar:
Posting Komentar