Negara hukum adalah
sebuah konsep yang bersifat umum dan dapat dihubungkan dengan berbagai predikat
lainnya. Secara sederhana, negara hukum berarti negara yang menegakkan
supremasi hukum dalam pelaksanaan pemerintahannya, bukan supremasi kekuasaan.
Dalam negara hukum, penguasa tidak bisa berbuat menurut kehendak dan kemauannya
saja, karena segala tindak-tanduk dan kebijaksanaan politiknya dibatasi oleh
peraturan perundang-undangan.
A.
Nomokrasi Islam
Negara
dalam Islam tidak dapat dikatakan sebagai teokrasi seperti dipahami di Barat.
Dalam teokrasi, penguasa memegang pemerintahan berdasarkan mandat dari Tuhan
sebagai sumber kekuasaan, Tuhan menunjuk sebagian manusia untuk menjadi
penguasa atas manusia lainnya. Karena itu, penguasa tidak bertanggung jawab
kepada manusia, tetapi kepada Tuhan. Teokrasi ini tidak sejalan dengan
prinsip-prinsip kenegaraan dalam Islam. Negara dalam Islam lebih tepat
dikatakan dengan nomokrasi Islam.
Dalam
nomokrasi Islam , kepala negara menjalankan pemerintahan tidak berdasarkan
mandat Tuhan, tetapi berdasarkan hukum-hukum syari’at yang diturunkan Tuhan
kepada manusia melalui Rasul-Nya Muhammad Saw. Sejauh disebutkan secara tegas
oleh syari’at, maka penguasa tinggal melaksanakan saja apa yang disebutkan
dalam sumber syari’at tersebut, yaitu Al-Qura dan al-Sunnah. Namun karena hukum
syari’at lebih banyak yang bersifat global dan baki manusia diberi wewenang
yang luas untuk mengadakan ijtihad terhadap masalah-masalah yang tidak diatur
secara tegas oleh syari’at. Tentu saja ijtihad tesebut harus sejalan dengan
prinsip-prinsip kemaslahatan manusia dan tidak bertentangan dengan semangat
syari’at Islam itu sendiri.
Adanya
kebebasan berijtihad bagi yang mampu ini mengisyaratkan bahwa setiap anggota
masyarakat memiliki hak dan kesempatan yang sama dalam berpartisipasi menjawab
berbagai persoalan kemasyrakatan dan kenegaraan. Namun agar ijtihad tersebut
dapat terarah serta sesuai dengan tuntutan perkembangan masyarakat dan semangat
ajaran Islam, negara membutuhkan penghimpunan para ahli dari berbagai disiplin
keilmuan didalam lembaga legislatif. Hasil ijtihad inilah yang kemudian menjadi
hukum-hukum yang harus dijalankan pemimpin negara. Karenanya, kalau kepala
negara tidak menjalankan kewajibannya sebagai makna yang ditentukan, maka ia
harus dimintai pertanggungjawaban. Bahkan ia dapat diturunkan dari jabatannya
kalau memang perlu.
Dalam
nomokrasi Islam, kepala negara bukanlah sosok untouchableman (orang yang
tersentuh hukum). Dia tidak berbeda dengan warga negara lainnya yang tidak
kebal di mata hukum. Kepala negara bukanlah seperti raja dalam teokrasi yang
dapat berbuat apa saja atas nama Tuhan untuk kepentingannya. Kepala negara
hanyalah orang yang “didahulukan selangkah dan ditinggikan seranting”, sehingga
segala tindak tanduknya dapat dikontrol oleh masyarakat. Contoh pelaksanaan
nomokrasi islam ini diperlihatkan dengan tegas oleh dua al-Khulada’ al-Rasyidun
yang pertama, Abu Bakr menyatakan bahwa dirinya menerima saran dan kritik dalam
menjalankan pemerintahan. Ia menuntut ketaatan kepada rakyat selama berjalan di
garis yang benar. Tetapi, bila ia menyimpang, rakyat jangan mengikutinya dan
harus memperbaikinya. Sementara Umar pernah “disodori” pedang oleh warganya
sebagai peringatan agar ia menjalankan pemerintahan dengan baik dan benar.
Sebagai
sumber ajaran Islam, Al-Quran dan al-Sunnah tidak mengatur secara eksplisit
bagaimana nomokrasi Islam harus dijalankan oleh negara. Islam hanya mengatur
prinsip-prinsip umum saja. Menurut Thahir Azhary, prinsip-prinsip nomokrasi
Islam tersebut adalah kekuasaan sebagai amanah, musyawarah, keadilan,
perlindungan terhadap HAM , Peradilan yang bebas , perdamaian , kesejahteraan
dan ketaatan rakyat kepada pemerintah.[1]
Sementara
Munawir Sjadzali hanya menyebutkan enam prinsip saja yang terdapat dalam
Al-Quran, yaitu prinsip kedudukan manusia di bumi , musyawarah, ketaatan pada
pemimpin , keadilan, persamaan dan hubungan baik antar umat beragama[2].
Sedangkan Pulungan mengemukakan enam belas prinsip dalam nomokrasi Islam yang
digariskan Al-Quran. Prinsip tersebut adalah prinsip kedudukan manusia diatas
bumi, manusia sebagai umat yang satu, penegakan kepastian hukum dan keadilan,
kepemimpinan, musyawarah, persatuan dan persaudaraan , persamaan , hubungan
antarnegara bertetangga, saling menolong dan membela yang lemah , perdamaian,
ekonomi dan perdagangan yang etis, administrasi , bela negara, penghargaan pada
hak asasi manusia, amar ma’ruf nahi munkar dan penempatan pejabat negara
berdasarkan profesionalisme[3].
( yang ini terserah mau
dimasukin apa engga cit) gue copas dari internet , atau paling enggak di print
aja kalo besok ada pertanyaan biar kita mudah jawab tapi ini bagus kok ada
footnote jg))
B. Perbedaan Prinsip Negara Hukum dalam Islam dengan
Negara Hukum Modern
Seperti yang kita
ketahuai nabi Muhammad SAW merupakan utusan Allah SWT sebagai Rasul di muka
bumi ini. Beliau di amanatkan untuk mengajarkan ajaran agama Islam di muka bumi
ini agar manusia tidak tersesat ke jurang nestapa. Posisi nabi Muhammad SAW
sebagai rasulullah menyebabkan setiap perbuatan dan tindakan yang dilakukan
rasulullah adalah semata-mata untuk menegakkan agama. Hal ini berimplikasi
kepada ajarannya tentang bermasyarakat selalu disandarkan kepada agama sebagai
landasan kebenaran. perjuangan nabi Muhammad SAW mendakwahkan Islam di Mekkah
membuahkan hasil dengan banyaknya masyarakat Madinah yang memeluk agama Islam.
Hingga pada akhirnya nabi Muhammad SAW hijrah ke Madinah dan membentuk suatu
masyarakat baru di Madinah yang banyak yang menyebutnya dengan negara Madinah.
Pembentukan negara Madinah tersebut diletakkan atas dasar Islam. Masyarakat
Madinah yang kala itu sangat pluralistis menerima Islam dengan senang hati
karena ajarannya yang rahmatan lil alamin sehingga masyarakat
Madinah merasa bahwa Islam merupakan suatu kebenaran dan nabi Muhammad SAW
merupakan pembawa kebenaran. Dari sini kita dapat melihat pendirian negara oleh
Nabi Muhammad SAW didasari oleh Agama berbeda dengan prinsip negara modern yang
menolak negara atas dasar agama. Perbedaan ini sangatlah prinsipil karena agama
adalah suatu landasan penarikan kebenaran, ketika suatu negara tanpa dasar
agama maka akan sulit dalam mencari landasan penarikan kebenaran yang
semata-mata hanya didasarkan pada kehendak manusia.
Adanya pemisahan antara
negara dan agama dalam negara hukum era modern yang pada umumnya berkembang di
barat terjadi karena adanya trauma terhadap prinsip kedaulatan tuhan (teokrasi)
yang telah dilaksanakan di negara barat yang menimbulkan absolutism yang kurang
mengedepankan nilai-nilai Hak asasi manusia. Maka muncullah gerakan-gerakan
yang menentang absolutism berdasarkan pada agama yang dimulai pada masa renaissance.
Gelombang pemikiran berkembang terus dan nilai-nilai hak asasi manusia terus
berkembang. Hal inilah yang mengakibatkan adanya pemisahan antara agama dan
negara.
Uniknya yang terjadi di
dalam pendirian negara oleh nabi Muhammad SAW yang mendasarkan pada agama Islam
justru mengembangkan nilai-nilai hak asasi manusia dan bahkan demokrasi. karena
nilai-nilai itulah yang diajarkan dalam agama Islam. Walaupun sumber kedaulatan
utama Islam adalah Tuhan tetapi berbeda dengan prinsip teokrasi yang berkembang
di barat. Hal inilah yang kemudian membedakan dalam penarikan asas-asas dalam
bernegara antara negara hukum Islam dan negara hukum modern
dalam surat An-Nisa ayat 58 :
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu
menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila
menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil.
Sesungguhnya Allah member pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya
Allah maha mendengar lagi maha melihat”
Terlihat adanya mandat
dari Allah SWT berupa suatu amanah kepada manusia untuk menetapkan hukum-hukum
terhadap sesama manusia untuk ditetapkan secara adil. Sifat amanah ini berbeda
dengan prinsip negara hukum modern karena amanah dalam konsep negara hukum
Islam itu perintah langsung dari Allah SWT. Atas dasar itu amanah yang
diberikan kepada manusia mempunyai nilai transcendental sehingga mempunyai
nilai yang berbeda dan lebih mempunyai kekuatan mengikat secara batin. Atas
dasar itu amanah ini merupakan tanggung jawab yang besar bagi manusia karena
akan berimplikasi pada kehidupan di dunia maupun di akhirat. Sebaliknya dalam
konsepsi negara hukum modern yang memisahkan antara negara dengan agama dalam
kehidupan berpolitiknya tidak mempunyai implikasi kepada dunia akhirat sehingga
sifat amanah tersebut tidak mempunyai nilai transcendental dan hanya bersifat
duniawi saja.
Dalam surat An-Nisa ayat 59 :
“Wahai orang-orang yang beriman, taatilah
Allah dan taatilah Rasul-(nya), dan ulil amri diantara kamu. Kemudian jika kamu
berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah
(Al-Quran) dan Rasul (Sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah
dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik
akibatnya.
Dari ayat tersebut
terlihat adanya unsure ketaatan. Ketaatan juga merupakan dasar dalam kehidupan
bermasyarakat. Tanpa ketaatan tidak akan tercipta suatu masyarakat yang
harmonis yang ada hanya pertentangan antar masyarakat yang dapat menyebabkan
perpecahan. Dalam teori hukum ketaatan ini menjadi suatu perhatian karena salah
satu tujuan hukum adalah ketertiban. Dalam teori hukum barat ketaatan ini
didasarkan pada suatu kehendak bersama akan adanya kepentingan umum. Dasar yang
paling utama dari ketaatan adalah kehendak bersama yang merupakan consensus
dari para masyarakat. Menurut pandangan penulis ketaatan yang hanya didasarkan
kepada suatu kesepakatan antar masyarakat tidak akan mencapai pada tahapan
ketaatan yang sempurna, karena manusia bukanlah malaikat ia mempunyai kehendak
dan tujuan yang antar satu dengan lainnya berbeda, atas dasar ini tidak akan
pernah tercapai suatu consensus yang benar satu tujuan sama, Masing-masing
mengunggulkan tujuannya. Akibat dari ini tidaklah pernah tercapai satu tujuan
yang harmonis. Dasar teori hukum barat seperti inilah yang dijadikan rumusan
dalam konsepsi negara hukum modern. Berbeda dengan konsepsi negara hukum dalam
Islam. Dalam surat An-Nisa dijelaskan “taatilah Allah dan taatilah
Rasul-(nya), dan ulil amri…” ketaatan yang paling utama adalah taat
kepada Allah SWT dari ketaatan ini mempunyai nilai-nilai transcendental yang
kemudian menurun kepada ketaatan kepada rasul dan ulil amri. Tiada
pemisahan antara ketaatan kepada hukum negara dan ketaatan kepada Allah
SWT. Ketaatan dalam Islam mempunyai satu tujuan yaitu semata-mata
untuk taat kepada Allah SWT. Dengan tujuan ketaatan yang jelas yaitu
semata-mata untuk taat kepada Allah SWT menjamin suatu masyarakat yang harmonis
dan tidak selalu dalam pertentangan.
C. Persamaan Prinsip Negara Hukum dalam Islam dengan
Negara Hukum Modern
Didalam prinsip negara
hukum dalam Islam juga mempunyai banyak persamaan dengan prinsip negara hukum
modern. Salah satu yang paling menonjol dalam prinsip negara hukum modern
adalah adanya demokrasi. Secara sederhana demokrasi diartikan sebagai
pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat, dalam artian negara
demokrasi tidak menerima adanya suatu pemerintahan yang tidak mengutamakan
hak-hak rakyat. Demokrasi dalam Islam disebut dengan Musyawarah. Islam sangat
menganjurkan untuk bermusyawarah dalam setiap mengambil keputusan, hal ini
tercantum di dalam Al Quran surat Assyura ayat 38 yang menyatakan ”… sedang
urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara mereka…” dan surat
Ali Imran ayat 159 yang menyatakan : ”… dan bermusyawarahlah
dengan mereka dalam urusan (tertentu)…”.. Musyawarah inilah yang
sering dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW dalam memimpin negara Madinah. Nabi
Muhammad SAW tidak mendasarkan negaranya dengan prinsip absolutisme tetapi juga
mengedepankan musyawarah yang dalam era modern ini dapat disebut dengan
demokrasi. Selain itu pendirian negara Madinah tidaklah atas dasar kehendak
seorang semata, tetapi berdasarkan perjanjian yang dilakukan oleh Nabi Muhammad
SAW dengan warga Madinah itu sendiri, jadi perjanjian tersebut (Bai’at Al
Aqabah) dapatlah dikatakan sebagai kontrak sosial sebagai dasar mendirikan
negara yang mengedepankan demokrasi. Islam yang sangat mengedepankan musyawarah
sebagai demokrasi inipun sejalan dengan prinsip negara hukum modern seperti
yang dikemukakan oleh International Commision of Jurist yang
menyatakan salah satu syarat negara demokratis dibawah panji the rule
of law adalah adanya kebebasan menyatakan pendapat, yang dalam Islam
melalui mekanisme musyawarah.
Persamaan selanjutnya
adalah mengenai pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia.
Negara Madinah yang didirikan oleh nabi Muhammad beserta warga Madinah
sangatlah mengedepankan hak asasi manusia. Terlihat dari piagam Madinah yang menjadi
landasan bernegara tersebut sangat menjunjung tinggi hak asasi manusia.
Ditengah masyarakat yang majemuk di Madinah nabi Muhammad SAW dapat menghargai
kemajemukan tersebut, nabi Muhammad SAW menghargai perbedaan yang ada di
masyarakat sehingga beliaupun mengakui adanya hukum adat yang masih berlaku di
Madinah dan memperbolehkan warga Madinah untuk melaksanakan ibadahnya
masing-masing sesuai dengan kepercayaannya. Hal ini menunjukkan betapa
pedulinya nabi Muhammad SAW terhadap kemanusiaan dan perbedaan, walaupun
mendasarkan negara kepada agama tetapi tidaklah menegasikan hak asasi manusia
melainkan justru menegakkannya. Hal ini merupakan keagungan dari ajaran Islam.
Perintah menegakkan hak asasi manusia ini dalam prinsip negara hukum modern
juga ditempatkan pada tempat yang utama, baik menurut konsepsi Rechtstaat oleh
Julius Stahl, Rule of Law oleh A.V. Dicey,maupun yang
dikembangkan oleh International Commision of Jurist. J.G.
Steenbeek maupun C.F.Strong pun menempatkan Jaminan Hak asasi manusia sebagai
materi muatan utama dari konstitusi.
Persamaan selainnya
adalah mengenai supremasi hukum. hakekat dari negara hukum adalah suatu negara
didasarkan oleh hukum, hukumlah yang menjadi komando dari kehidupan bernegara.
Baik dalam rechstaat maupun the rule of law. Hukum
ditempatkan diposisi yang tinggi. Sama halnya dengan Islam. Pada saat periode
negara Madinah piagam Madinah tersebutlah yang dijadikan dasar dalam kehidupan
bernegara. Piagam Madinah itu didasarkan kepada Al-Quran dan sunnah Nabi jadi
hukum yang diberikan Allah SWT ditempatkan di posisi tertinggi. Wahyu Allah SWT
itu dijadikan sebagai sumber dari segala sumber hukum. jadi yang menjadi
supremasi hukum dalam negara hukum Islam itu sendiri adalah Hukum Tuhan
atau Allah SWT. Hukum Allah SWT itulah sebagai dasar kebenaran dari
segala bidang kehidupan, karena ketidakmampuan manusia dalam menentukan arah
kebenaran hakiki maka Allah SWT memberikan petunjuk kepada manusia. Dengan
demikian supremasi hukum di Islam bertujuan untuk membawa manusia kearah kebenaran
hakiki.
Persamaan selanjutnya adalah prinsip
kesamaan dihadapan hukum (equality before the law). Prinsip ini sejalan
dengan apa yang dikemukakan oleh A.V.Dicey dalam the rule of law.
Dalam negara Madinah, nabi Muhammad SAW tidak membedakan antar satu warga
negara dengan warga negara. Walaupun masyarakat Madinah merupakan masyarakat
yang plural tetapi mereka semua mempunyai hak dan kewajiban yang sama tidak
dibeda-bedakan berdasarkan ras/golongan atau apapun. Semua orang di hadapan
hukum semua sama. Islam tidak mengajarkan membeda-bedakan manusia
berdasarkan ras/golongan karena semua manusia dihadapan Allah SWT adalah sama
hanya yang membedakannya adalah tingkat ketaqwaannya kepada Allah SWT. Sehingga
di negara Madinah siapapun yang bersalah ia haruslah di hukum tanpa melihat
apakah ia dari golongan/ras tertentu. Atas dasar persamaan di hadapan hukum
inilah di butuhkan suatu badan kehakiman yang bebas (tidak memihak) seorang
hakim (pembuat keputusan) harus memandang secara objektif dan tidak memihak
salah satu pihak dikarenakan semua warga adalah sama di hadapan hukum.
D. Prinsip Negara Hukum dalam Islam di Era Modern
Dari apa yang telah di
uraikan di atas dapatlah kita tarik suatu prinsip-prinsip yang mendasari negara
hukum dalam pandangan Islam di era modern ini. Prinsip yang mendasari antara
lain adalah sebagai berikut :
(a) Prinsip Amanah
Sejalan dengan surat An-Nisa ayat 58
adalah telah diberikannya amanah kepada manusia. Amanah merupakan landasan
utama dalam negara hukum Islam karena dengan amanah ini merupakan perintah
langsung dari Allah SWT. Atas dasar itu amanah ini merupakan tanggung jawab
yang besar bagi manusia karena akan berimplikasi pada kehidupan di dunia maupun
di akhirat. Dalam menjalankan prinsip amanah ini sudah mencakup untuk berlaku
adil di muka bumi ini, jadi amanah mempunyai korelasi yang erat dengan
keadilan.
(b) Prinsip ketaatan
Ketaatan juga merupakan dasar dalam
kehidupan bermasyarakat. Tanpa ketaatan tidak akan tercipta suatu masyarakat
yang harmonis. ketaatan yang paling utama dalam Islam adalah taat kepada Allah
SWT. ketaatan ini mempunyai nilai-nilai transcendental yang kemudian menurun
kepada ketaatan kepada rasul dan ulil amri. Ketaatan dalam Islam
mempunyai satu tujuan yaitu semata-mata untuk taat kepada Allah SWT. Dengan
tujuan ketaatan yang jelas yaitu semata-mata untuk taat kepada Allah SWT
menjamin suatu masyarakat yang harmonis dan tidak selalu dalam pertentangan.
(c) Prinsip Musyawarah
Mekanisme pelaksanaan demokrasi dalam
Islam adalah dengan musyawarah. Islam sangat menganjurkan untuk bermusyawarah
dalam setiap mengambil keputusan. Islam tida menghendaki adanya suatu
absolutisme yang di lakukan oleh seseorang atau sekelompok orang.
(d) Prinsip pengakuan dan penegakkan
Hak asasi manusia
Islam sangat menghargai hak asasi manusia.
Hal inipun telah dilakukan oleh nabi Muhammad SAW semasa hidupnya. Nabi
Muhammad SAW tidak mengajarkan umat Islam untuk berbuat tidak manusiawi. Di era
modern ini hak asasi manusia tidaklah dilihat sebagai hak sipil dan politik
saja, tetapi terkait juga dengan hak ekonomi,sosial dan budaya. Hal ini
disebabkan dengan berkembangnya konsep welfare state. oleh karena
itu perihal kesejahteraan manusia juga merupakan bagian dari hak asasi manusia.
Dan Islam sangat menjunjung tinggi kesejahteraan umat manusia.
(e) Prinsip supremasi hukum
Dalam Islam hukum yang menjadi komando
kehidupan manusia. Al Quran adalah sebagai dasar kebenaran dari segala bidang
kehidupan, karena ketidakmampuan manusia dalam menentukan arah kebenaran hakiki
maka Allah SWT memberikan petunjuk kepada manusia. Dengan demikian supremasi
hukum di Islam bertujuan untuk membawa manusia kearah kebenaran hakiki.
(f) Prinsip kesamaan di
hadapan hukum
Islam menganut prinsip kesamaan di hadapan
hukum karena manusia dihadapan Allah SWT semuanya sama tidak dibedakan
berdasarkan dari ras/golongan. Atas dasar itulah dalam Islam semua manusia
dianggap sama di hadapan hukum. prinsip kesamaan di hadapan hukum inilah yang
melahirkan kekuasaan kehakiman yang bebas. Karena hakim harus memandang sama
orang yang berada dalam sengketa hukum. ia tidak boleh subjektif dan harus
menempatkan pihak-pihak dalam keadaan yang sama tanpa membedakan berdasarkan
ras/golongan.
(g) Prinsip Perdamaian
Ajaran islam mengantarkan manusia kedalam
kebenaran yang hakiki, sehingga Islam sangat menjunjung tinggi perdamaian yang
abadi yaitu perdamaian dalam hal duniawi dan dalam hal akhirat. Hukum dalam
Islam bukanlah hanya menyangkut hal-hal yang bersifat duniawi saja melainkan
juga menyangkut hal akhirat. tujuan perdamaian dalam Islam merupakan perdamaian
yang sempurna bagi umat manusia
[1] Muhammad
Tahir Azhary, Negara Hukum Suatu Studi Tentang Prinsip-prinsipnya dilihat dari
Segi Hukum Islam, Implementasinya pada Periode Negara Madinah dan Masa Kini, (Jakarta:
Bulan Bintang, 1992), hal. 63.
[2] Muhammad
Iqbal , Fiqh Siyasah ,Kontekstualisasi Doktrin Politik Islam (Jakarta :
Penerbit Gaya Media Pratama, 2001) hal 204
[3] Ibid
Tidak ada komentar:
Posting Komentar