KLIK DISINI YAH

Rabu, 24 Juli 2013

Negara Hukum Dalam Islam ( Negara Hukum dalam Siyasah Syar’iyah)

Negara hukum adalah sebuah konsep yang bersifat umum dan dapat dihubungkan dengan berbagai predikat lainnya. Secara sederhana, negara hukum berarti negara yang menegakkan supremasi hukum dalam pelaksanaan pemerintahannya, bukan supremasi kekuasaan. Dalam negara hukum, penguasa tidak bisa berbuat menurut kehendak dan kemauannya saja, karena segala tindak-tanduk dan kebijaksanaan politiknya dibatasi oleh peraturan perundang-undangan.
A.    Nomokrasi Islam
Negara dalam Islam tidak dapat dikatakan sebagai teokrasi seperti dipahami di Barat. Dalam teokrasi, penguasa memegang pemerintahan berdasarkan mandat dari Tuhan sebagai sumber kekuasaan, Tuhan menunjuk sebagian manusia untuk menjadi penguasa atas manusia lainnya. Karena itu, penguasa tidak bertanggung jawab kepada manusia, tetapi kepada Tuhan. Teokrasi ini tidak sejalan dengan prinsip-prinsip kenegaraan dalam Islam. Negara dalam Islam lebih tepat dikatakan dengan nomokrasi Islam.
Dalam nomokrasi Islam , kepala negara menjalankan pemerintahan tidak berdasarkan mandat Tuhan, tetapi berdasarkan hukum-hukum syari’at yang diturunkan Tuhan kepada manusia melalui Rasul-Nya Muhammad Saw. Sejauh disebutkan secara tegas oleh syari’at, maka penguasa tinggal melaksanakan saja apa yang disebutkan dalam sumber syari’at tersebut, yaitu Al-Qura dan al-Sunnah. Namun karena hukum syari’at lebih banyak yang bersifat global dan baki manusia diberi wewenang yang luas untuk mengadakan ijtihad terhadap masalah-masalah yang tidak diatur secara tegas oleh syari’at. Tentu saja ijtihad tesebut harus sejalan dengan prinsip-prinsip kemaslahatan manusia dan tidak bertentangan dengan semangat syari’at Islam itu sendiri.
Adanya kebebasan berijtihad bagi yang mampu ini mengisyaratkan bahwa setiap anggota masyarakat memiliki hak dan kesempatan yang sama dalam berpartisipasi menjawab berbagai persoalan kemasyrakatan dan kenegaraan. Namun agar ijtihad tersebut dapat terarah serta sesuai dengan tuntutan perkembangan masyarakat dan semangat ajaran Islam, negara membutuhkan penghimpunan para ahli dari berbagai disiplin keilmuan didalam lembaga legislatif. Hasil ijtihad inilah yang kemudian menjadi hukum-hukum yang harus dijalankan pemimpin negara. Karenanya, kalau kepala negara tidak menjalankan kewajibannya sebagai makna yang ditentukan, maka ia harus dimintai pertanggungjawaban. Bahkan ia dapat diturunkan dari jabatannya kalau memang perlu.
Dalam nomokrasi Islam, kepala negara bukanlah sosok untouchableman (orang yang tersentuh hukum). Dia tidak berbeda dengan warga negara lainnya yang tidak kebal di mata hukum. Kepala negara bukanlah seperti raja dalam teokrasi yang dapat berbuat apa saja atas nama Tuhan untuk kepentingannya. Kepala negara hanyalah orang yang “didahulukan selangkah dan ditinggikan seranting”, sehingga segala tindak tanduknya dapat dikontrol oleh masyarakat. Contoh pelaksanaan nomokrasi islam ini diperlihatkan dengan tegas oleh dua al-Khulada’ al-Rasyidun yang pertama, Abu Bakr menyatakan bahwa dirinya menerima saran dan kritik dalam menjalankan pemerintahan. Ia menuntut ketaatan kepada rakyat selama berjalan di garis yang benar. Tetapi, bila ia menyimpang, rakyat jangan mengikutinya dan harus memperbaikinya. Sementara Umar pernah “disodori” pedang oleh warganya sebagai peringatan agar ia menjalankan pemerintahan dengan baik dan benar.
Sebagai sumber ajaran Islam, Al-Quran dan al-Sunnah tidak mengatur secara eksplisit bagaimana nomokrasi Islam harus dijalankan oleh negara. Islam hanya mengatur prinsip-prinsip umum saja. Menurut Thahir Azhary, prinsip-prinsip nomokrasi Islam tersebut adalah kekuasaan sebagai amanah, musyawarah, keadilan, perlindungan terhadap HAM , Peradilan yang bebas , perdamaian , kesejahteraan dan ketaatan rakyat kepada pemerintah.[1]
Sementara Munawir Sjadzali hanya menyebutkan enam prinsip saja yang terdapat dalam Al-Quran, yaitu prinsip kedudukan manusia di bumi , musyawarah, ketaatan pada pemimpin , keadilan, persamaan dan hubungan baik antar umat beragama[2]. Sedangkan Pulungan mengemukakan enam belas prinsip dalam nomokrasi Islam yang digariskan Al-Quran. Prinsip tersebut adalah prinsip kedudukan manusia diatas bumi, manusia sebagai umat yang satu, penegakan kepastian hukum dan keadilan, kepemimpinan, musyawarah, persatuan dan persaudaraan , persamaan , hubungan antarnegara bertetangga, saling menolong dan membela yang lemah , perdamaian, ekonomi dan perdagangan yang etis, administrasi , bela negara, penghargaan pada hak asasi manusia, amar ma’ruf nahi munkar dan penempatan pejabat negara berdasarkan profesionalisme[3].
( yang ini terserah mau dimasukin apa engga cit) gue copas dari internet , atau paling enggak di print aja kalo besok ada pertanyaan biar kita mudah jawab tapi ini bagus kok ada footnote jg))
B.     Perbedaan Prinsip Negara Hukum dalam Islam dengan Negara Hukum Modern

Seperti yang kita ketahuai nabi Muhammad SAW merupakan utusan Allah SWT sebagai Rasul di muka bumi ini. Beliau di amanatkan untuk mengajarkan ajaran agama Islam di muka bumi ini agar manusia tidak tersesat ke jurang nestapa. Posisi nabi Muhammad SAW sebagai rasulullah menyebabkan setiap perbuatan dan tindakan yang dilakukan rasulullah adalah semata-mata untuk menegakkan agama. Hal ini berimplikasi kepada ajarannya tentang bermasyarakat selalu disandarkan kepada agama sebagai landasan kebenaran. perjuangan nabi Muhammad SAW mendakwahkan Islam di Mekkah membuahkan hasil dengan banyaknya masyarakat Madinah yang memeluk agama Islam. Hingga pada akhirnya nabi Muhammad SAW hijrah ke Madinah dan membentuk suatu masyarakat baru di Madinah yang banyak yang menyebutnya dengan negara Madinah. Pembentukan negara Madinah tersebut diletakkan atas dasar Islam. Masyarakat Madinah yang kala itu sangat pluralistis menerima Islam dengan senang hati karena ajarannya yang rahmatan lil alamin sehingga masyarakat Madinah merasa bahwa Islam merupakan suatu kebenaran dan nabi Muhammad SAW merupakan pembawa kebenaran. Dari sini kita dapat melihat pendirian negara oleh Nabi Muhammad SAW didasari oleh Agama berbeda dengan prinsip negara modern yang menolak negara atas dasar agama. Perbedaan ini sangatlah prinsipil karena agama adalah suatu landasan penarikan kebenaran, ketika suatu negara tanpa dasar agama maka akan sulit dalam mencari landasan penarikan kebenaran yang semata-mata hanya didasarkan pada kehendak manusia.
Adanya pemisahan antara negara dan agama dalam negara hukum era modern yang pada umumnya berkembang di barat terjadi karena adanya trauma terhadap prinsip kedaulatan tuhan (teokrasi) yang telah dilaksanakan di negara barat yang menimbulkan absolutism yang kurang mengedepankan nilai-nilai Hak asasi manusia. Maka muncullah gerakan-gerakan yang menentang absolutism berdasarkan pada agama yang dimulai pada masa renaissance. Gelombang pemikiran berkembang terus dan nilai-nilai hak asasi manusia terus berkembang. Hal inilah yang mengakibatkan adanya pemisahan antara agama dan negara.
Uniknya yang terjadi di dalam pendirian negara oleh nabi Muhammad SAW yang mendasarkan pada agama Islam justru mengembangkan nilai-nilai hak asasi manusia dan bahkan demokrasi. karena nilai-nilai itulah yang diajarkan dalam agama Islam. Walaupun sumber kedaulatan utama Islam adalah Tuhan tetapi berbeda dengan prinsip teokrasi yang berkembang di barat. Hal inilah yang kemudian membedakan dalam penarikan asas-asas dalam bernegara antara negara hukum Islam dan negara hukum modern
dalam surat An-Nisa ayat 58 :
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah member pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah maha mendengar lagi maha melihat”
Terlihat adanya mandat dari Allah SWT berupa suatu amanah kepada manusia untuk menetapkan hukum-hukum terhadap sesama manusia untuk ditetapkan secara adil. Sifat amanah ini berbeda dengan prinsip negara hukum modern karena amanah dalam konsep negara hukum Islam itu perintah langsung dari Allah SWT. Atas dasar itu amanah yang diberikan kepada manusia mempunyai nilai transcendental sehingga mempunyai nilai yang berbeda dan lebih mempunyai kekuatan mengikat secara batin. Atas dasar itu amanah ini merupakan tanggung jawab yang besar bagi manusia karena akan berimplikasi pada kehidupan di dunia maupun di akhirat. Sebaliknya dalam konsepsi negara hukum modern yang memisahkan antara negara dengan agama dalam kehidupan berpolitiknya tidak mempunyai implikasi kepada dunia akhirat sehingga sifat amanah tersebut tidak mempunyai nilai transcendental dan hanya bersifat duniawi saja.
Dalam surat An-Nisa ayat 59 :
“Wahai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul-(nya), dan ulil amri diantara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Quran) dan Rasul (Sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.
Dari ayat tersebut terlihat adanya unsure ketaatan. Ketaatan juga merupakan dasar dalam kehidupan bermasyarakat. Tanpa ketaatan tidak akan tercipta suatu masyarakat yang harmonis yang ada hanya pertentangan antar masyarakat yang dapat menyebabkan perpecahan. Dalam teori hukum ketaatan ini menjadi suatu perhatian karena salah satu tujuan hukum adalah ketertiban. Dalam teori hukum barat ketaatan ini didasarkan pada suatu kehendak bersama akan adanya kepentingan umum. Dasar yang paling utama dari ketaatan adalah kehendak bersama yang merupakan consensus dari para masyarakat. Menurut pandangan penulis ketaatan yang hanya didasarkan kepada suatu kesepakatan antar masyarakat tidak akan mencapai pada tahapan ketaatan yang sempurna, karena manusia bukanlah malaikat ia mempunyai kehendak dan tujuan yang antar satu dengan lainnya berbeda, atas dasar ini tidak akan pernah tercapai suatu consensus yang benar satu tujuan sama, Masing-masing mengunggulkan tujuannya. Akibat dari ini tidaklah pernah tercapai satu tujuan yang harmonis. Dasar teori hukum barat seperti inilah yang dijadikan rumusan dalam konsepsi negara hukum modern. Berbeda dengan konsepsi negara hukum dalam Islam. Dalam surat An-Nisa dijelaskan “taatilah Allah dan taatilah Rasul-(nya), dan ulil amri…” ketaatan yang paling utama adalah taat kepada Allah SWT dari ketaatan ini mempunyai nilai-nilai transcendental yang kemudian menurun kepada ketaatan kepada rasul dan ulil amri. Tiada pemisahan antara ketaatan kepada hukum negara dan ketaatan kepada Allah SWT.   Ketaatan dalam Islam mempunyai satu tujuan yaitu semata-mata untuk taat kepada Allah SWT. Dengan tujuan ketaatan yang jelas yaitu semata-mata untuk taat kepada Allah SWT menjamin suatu masyarakat yang harmonis dan tidak selalu dalam pertentangan.

C.     Persamaan Prinsip Negara Hukum dalam Islam dengan Negara Hukum Modern

Didalam prinsip negara hukum dalam Islam juga mempunyai banyak persamaan dengan prinsip negara hukum modern. Salah satu yang paling menonjol dalam prinsip negara hukum modern adalah adanya demokrasi. Secara sederhana demokrasi diartikan sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat, dalam artian negara demokrasi tidak menerima adanya suatu pemerintahan yang tidak mengutamakan hak-hak rakyat. Demokrasi dalam Islam disebut dengan Musyawarah. Islam sangat menganjurkan untuk bermusyawarah dalam setiap mengambil keputusan, hal ini tercantum di dalam Al Quran surat Assyura ayat 38 yang menyatakan ”… sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara mereka…” dan surat Ali Imran ayat 159 yang menyatakan : ”… dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan (tertentu)…”.. Musyawarah inilah yang sering dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW dalam memimpin negara Madinah. Nabi Muhammad SAW tidak mendasarkan negaranya dengan prinsip absolutisme tetapi juga mengedepankan musyawarah yang dalam era modern ini dapat disebut dengan demokrasi. Selain itu pendirian negara Madinah tidaklah atas dasar kehendak seorang semata, tetapi berdasarkan perjanjian yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW dengan warga Madinah itu sendiri, jadi perjanjian tersebut (Bai’at Al Aqabah) dapatlah dikatakan sebagai kontrak sosial sebagai dasar mendirikan negara yang mengedepankan demokrasi. Islam yang sangat mengedepankan musyawarah sebagai demokrasi inipun sejalan dengan prinsip negara hukum modern seperti yang dikemukakan oleh International Commision of Jurist  yang menyatakan salah satu syarat negara demokratis dibawah panji the rule of law adalah adanya kebebasan menyatakan pendapat, yang dalam Islam melalui mekanisme musyawarah.
Persamaan selanjutnya adalah mengenai pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia. Negara Madinah yang didirikan oleh nabi Muhammad beserta warga Madinah sangatlah mengedepankan hak asasi manusia. Terlihat dari piagam Madinah yang menjadi landasan bernegara tersebut sangat menjunjung tinggi hak asasi manusia. Ditengah masyarakat yang majemuk di Madinah nabi Muhammad SAW dapat menghargai kemajemukan tersebut, nabi Muhammad SAW menghargai perbedaan yang ada di masyarakat sehingga beliaupun mengakui adanya hukum adat yang masih berlaku di Madinah dan memperbolehkan warga Madinah untuk melaksanakan ibadahnya masing-masing sesuai dengan kepercayaannya. Hal ini menunjukkan betapa pedulinya nabi Muhammad SAW terhadap kemanusiaan dan perbedaan, walaupun mendasarkan negara kepada agama tetapi tidaklah menegasikan hak asasi manusia melainkan justru menegakkannya. Hal ini merupakan keagungan dari ajaran Islam. Perintah menegakkan hak asasi manusia ini dalam prinsip negara hukum modern juga ditempatkan pada tempat yang utama, baik menurut konsepsi Rechtstaat oleh Julius Stahl, Rule of Law oleh A.V. Dicey,maupun yang dikembangkan oleh International Commision of Jurist. J.G. Steenbeek maupun C.F.Strong pun menempatkan Jaminan Hak asasi manusia sebagai materi muatan utama dari konstitusi.
Persamaan selainnya adalah mengenai supremasi hukum. hakekat dari negara hukum adalah suatu negara didasarkan oleh hukum, hukumlah yang menjadi komando dari kehidupan bernegara. Baik dalam rechstaat maupun the rule of law. Hukum ditempatkan diposisi yang tinggi. Sama halnya dengan Islam. Pada saat periode negara Madinah piagam Madinah tersebutlah yang dijadikan dasar dalam kehidupan bernegara. Piagam Madinah itu didasarkan kepada Al-Quran dan sunnah Nabi jadi hukum yang diberikan Allah SWT ditempatkan di posisi tertinggi. Wahyu Allah SWT itu dijadikan sebagai sumber dari segala sumber hukum. jadi yang menjadi supremasi hukum dalam negara hukum Islam itu sendiri adalah Hukum Tuhan atau  Allah SWT. Hukum Allah SWT itulah sebagai dasar kebenaran dari segala bidang kehidupan, karena ketidakmampuan manusia dalam menentukan arah kebenaran hakiki maka Allah SWT memberikan petunjuk kepada manusia. Dengan demikian supremasi hukum di Islam bertujuan untuk membawa manusia kearah kebenaran hakiki.
Persamaan selanjutnya adalah prinsip kesamaan dihadapan hukum (equality before the law). Prinsip ini sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh A.V.Dicey dalam the rule of law. Dalam negara Madinah, nabi Muhammad SAW tidak membedakan antar satu warga negara dengan warga negara. Walaupun masyarakat Madinah merupakan masyarakat yang plural tetapi mereka semua mempunyai hak dan kewajiban yang sama tidak dibeda-bedakan berdasarkan ras/golongan atau apapun. Semua orang di hadapan hukum semua sama.  Islam tidak mengajarkan membeda-bedakan manusia berdasarkan ras/golongan karena semua manusia dihadapan Allah SWT adalah sama hanya yang membedakannya adalah tingkat ketaqwaannya kepada Allah SWT. Sehingga di negara Madinah siapapun yang bersalah ia haruslah di hukum tanpa melihat apakah ia dari golongan/ras tertentu. Atas dasar persamaan di hadapan hukum inilah di butuhkan suatu badan kehakiman yang bebas (tidak memihak) seorang hakim (pembuat keputusan) harus memandang secara objektif dan tidak memihak salah satu pihak dikarenakan semua warga adalah sama di hadapan hukum.


D.    Prinsip Negara Hukum dalam Islam di Era Modern

Dari apa yang telah di uraikan di atas dapatlah kita tarik suatu prinsip-prinsip yang mendasari negara hukum dalam pandangan Islam di era modern ini. Prinsip yang mendasari antara lain adalah sebagai berikut :
(a)  Prinsip Amanah
Sejalan dengan surat An-Nisa ayat 58 adalah telah diberikannya amanah kepada manusia. Amanah merupakan landasan utama dalam negara hukum Islam karena dengan amanah ini merupakan perintah langsung dari Allah SWT. Atas dasar itu amanah ini merupakan tanggung jawab yang besar bagi manusia karena akan berimplikasi pada kehidupan di dunia maupun di akhirat. Dalam menjalankan prinsip amanah ini sudah mencakup untuk berlaku adil di muka bumi ini, jadi amanah mempunyai korelasi yang erat dengan keadilan.
(b)  Prinsip ketaatan
Ketaatan juga merupakan dasar dalam kehidupan bermasyarakat. Tanpa ketaatan tidak akan tercipta suatu masyarakat yang harmonis. ketaatan yang paling utama dalam Islam adalah taat kepada Allah SWT. ketaatan ini mempunyai nilai-nilai transcendental yang kemudian menurun kepada ketaatan kepada rasul dan ulil amri. Ketaatan dalam Islam mempunyai satu tujuan yaitu semata-mata untuk taat kepada Allah SWT. Dengan tujuan ketaatan yang jelas yaitu semata-mata untuk taat kepada Allah SWT menjamin suatu masyarakat yang harmonis dan tidak selalu dalam pertentangan.
(c)  Prinsip Musyawarah
Mekanisme pelaksanaan demokrasi dalam Islam adalah dengan musyawarah. Islam sangat menganjurkan untuk bermusyawarah dalam setiap mengambil keputusan. Islam tida menghendaki adanya suatu absolutisme yang di lakukan oleh seseorang atau sekelompok orang.
(d)  Prinsip pengakuan dan penegakkan Hak asasi manusia
Islam sangat menghargai hak asasi manusia. Hal inipun telah dilakukan oleh nabi Muhammad SAW semasa hidupnya. Nabi Muhammad SAW tidak mengajarkan umat Islam untuk berbuat tidak manusiawi. Di era modern ini hak asasi manusia tidaklah dilihat sebagai hak sipil dan politik saja, tetapi terkait juga dengan hak ekonomi,sosial dan budaya. Hal ini disebabkan dengan berkembangnya konsep welfare state. oleh karena itu perihal kesejahteraan manusia juga merupakan bagian dari hak asasi manusia. Dan Islam sangat menjunjung tinggi kesejahteraan umat manusia.
(e)  Prinsip supremasi hukum
Dalam Islam hukum yang menjadi komando kehidupan manusia. Al Quran adalah sebagai dasar kebenaran dari segala bidang kehidupan, karena ketidakmampuan manusia dalam menentukan arah kebenaran hakiki maka Allah SWT memberikan petunjuk kepada manusia. Dengan demikian supremasi hukum di Islam bertujuan untuk membawa manusia kearah kebenaran hakiki.
(f)   Prinsip kesamaan di hadapan hukum
Islam menganut prinsip kesamaan di hadapan hukum karena manusia dihadapan Allah SWT semuanya sama tidak dibedakan berdasarkan dari ras/golongan. Atas dasar itulah dalam Islam semua manusia dianggap sama di hadapan hukum. prinsip kesamaan di hadapan hukum inilah yang melahirkan kekuasaan kehakiman yang bebas. Karena hakim harus memandang sama orang yang berada dalam sengketa hukum. ia tidak boleh subjektif dan harus menempatkan pihak-pihak dalam keadaan yang sama tanpa membedakan berdasarkan ras/golongan.
(g)  Prinsip Perdamaian
Ajaran islam mengantarkan manusia kedalam kebenaran yang hakiki, sehingga Islam sangat menjunjung tinggi perdamaian yang abadi yaitu perdamaian dalam hal duniawi dan dalam hal akhirat. Hukum dalam Islam bukanlah hanya menyangkut hal-hal yang bersifat duniawi saja melainkan juga menyangkut hal akhirat. tujuan perdamaian dalam Islam merupakan perdamaian yang sempurna bagi umat manusia



[1] Muhammad Tahir Azhary, Negara Hukum Suatu Studi Tentang Prinsip-prinsipnya dilihat dari Segi Hukum Islam, Implementasinya pada Periode Negara Madinah dan Masa Kini, (Jakarta: Bulan Bintang, 1992), hal. 63.
[2] Muhammad Iqbal , Fiqh Siyasah ,Kontekstualisasi Doktrin Politik Islam (Jakarta : Penerbit Gaya Media Pratama, 2001) hal 204
[3] Ibid

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

SEKILAS INFO BISNISKU

SUKSES ITU PILIHAN :)
sukses di USIA MUDA adalah pilihanku .
cari kerja jaman sekarang susah , kalo bisa nyolong start sekarang kenapa harus nunggu lulus kuliah baru menghasilkan uang :D

yuk gabung bersamaku dan NLC WORLD
kuliah padat ga menghentikan aku untuk berbisnis , bisnis online adalah pilihanku :D mau tau selengkapnya ???
hub aku di 0899 024 7645