KLIK DISINI YAH

Sabtu, 07 September 2013

Quo Vadis Pluralisme (dipersimpangan jalan menuju masyarakat madani)

Secara klasik pengertian masyarakat majemuk ( Plural ) adalah suatu masyarakat yang terdiri atas dua atau lebh tertib sosial, komunitas atau kelompok yang secara cultural dan ekonomi terpisah satu dengan yang lain, dan mempunyai struktur kelembagaan yang juga saling berbeda ( Furnivall 1967 ), makna pluralistik semacam ini di Indonesia masih di tambah dengan keruwetan lagi dengan adanya pluralistic yang bersifat ganda. Dalam hal ini di dalam masing- masing etnis yang bersifat majemuk tersebut terdapat perbedaan- perbedaan lagi baik perbedaan agama maupun perbedaan kemampuan social ekonomi.  Dalam kondisi masyarakat majemuk ganda semacam ini, kemungkinan akan munculnya konflik horizontal menjadi sangat besar.
Sementara itu ada 10 prinsip pembangunan masyarakat madani ( Sukidi 1998 ) yaitu (1) Kebebasan agama (2) Persaudaraan seagama dan keharusan untuk menanamkan sikap solidaritas yang tinggi terhadap sesama (3) Persatuan politik dalam meraih cita- cita bersama (4) Saling membantu dan semua orang punya kedudukan yang sama sebagai anggota masyarakat (5) Persamaan hak dan kewajiban warga Negara terhadap Negara (6) Persamaan di depan hukum bagi setiap warga Negara (7) penegakan Hukum (8) Memberlakukan hukum adat yang tetap berpedoman pada keadilan dan kebenaran (9) Perdamaian dan kedamaian (10) Pengakuan Hak atas setiap orang atau individu. Makna masyarakat madani ini lebih menekankan kepada suatu kondisi masyarakat yang sangat beradab dan bukan merupakan alat perjuangan untuk mengembangkan kedaulatan rakyat
Dari paparan diatas jelas menggambarkan suatu realitas dan harapan, realitas bangsa Indonesai yang terdiri dari keragaman dalam hal apapun belum bisa dioptimalkan sebagai kekuatan bangsa untuk mendukung tercapainya keharmonisan, keharmonisan ini penting untuk menjaga stabilitas Nasional sehingga tercapainya pembangunan
Sedangkan harapan – harapan bagi terwujudnya masyarakat madani harus terus dilakukan dalam berbagai kegiatan, harapan ini harus terus dimunculkan meskipun kadang realitas berkata lain, mengapa ini harus terus dimunculkan! Setidaknya agar masyarakat Indonesia masih mempunyai harapan terhadap bangsanya sendiri yang dicintai
Kemajemukan memang bukan keunikan suatu masyarakat, tetapi merupakan suatu kepastian yang seharusnya diterima apa adanya oleh setiap masyarakat, Namun Pluralisme tidak cukup sekedar dengan sikap mengakui dan menerima realitas masyarakat majemuk atau beragam, tapi harus disertai dengan sikap yang tulus untuk menerima kenyataan pluralitas itu mengandung nilai- nilai positif yang merupakan karunia Tuhan kepada manusia, dengan sikap seperti ini yang ditunjukkan oleh setiap masyarakat tidak mustahil cita- cita  masyarakat madani akan tercapai
Seperti pada propinsi- propinsi lain, propinsi Bali bisa dikatakan propinsi yang mempunyai berbagai macam etnis, agama, kehidupan sosial ekonomi yang beragam, masyarakat Bali pada umumya berharap kasus Poso, Ambon, dan Tragedi Monas tidak akan pernah terjadi di Bali, ketika ketidakharmionisan ini sudah tidak ada di Bali maka Pariwisata yang menjadi lokomotif ekonomi yang akan menjadi tumbal dari semua itu
Hal semacam ini bukan berarti pariwisata membutuhkan keharmonisan, bukan pula keharmonisan yang membutuhkan pariwisata ( baca Keharmonisan semu ) lebih dari itu semua masyarakat bali mendambakan keharmonisan yang subtansial yang mengedepankan sikap toleransi, dan mengedepankan dialog.
Kasus ambon, Poso, Tragedi Monas dan beragam lain contoh kasus pertentangan antar etnik, agama, pendapat menimbulkan keprihatinan banyak pihak, kita menilai faktor penyebabnya yang sangat fundamental adalah budaya dialog diantara kelompok tidak ada bahkan sering menggunakan cara- cara represif, begitupun ketika ada dialog sifat egoisme yang lebih ditonjolkan bukan sikap toleran yang dijunjung ketika menghadapi suatu perbedaan
Perbedaan adalah mutlak adanya, tetapi untuk membangun masyarakat madani diperlukan sebuah penyikapan yang dewasa oleh setiap individu masyarakat maupun kelompok
Ke dua sikap itulah yang sebenarnya harus disadari dan dilaksanakan oleh setiap masyarakat yang ada di Bali maupun di Indonesia, sehingga Bali yang kita cintai ini tidak akan pernah terjadi gesekan- gesekan kepentingan yang tajam antar kelompok. Semoga Bali tetap harmonis, kasus Bom Bali sampai 2 kali tidak akan pernah terjadi lagi

[1] ditulis oleh Aditya Hanif Azhari ( Ketua Umum HMI Cabang Denpasar periode 2009/ 2010. Di terbitkan pada majalah Praja Raksaka KODAM  IX UDAYANA




Mei 14, 2009 pada 7:26 pm | Ditulis dalam Isu KekinianMakalah | Tinggalkan Komentar
Kaitkata: Makalahmasyarakat madanipluralisme



civic education
CIVIC EDUCATION

BAB V
Apa sesungguhnya makna demokrasi bagi indonesia yang majemuk?
Jawab: adalah sistem politik modern yang paling baik dari sekian banyak sistem maupun ideologi yang ada dewasa ini, waalupun di indonesia sendiri masih banyak yang masih kontra dengan pendapat ini.




BAB IX

1. Mengapa masyarakat madani diperlukan dalam membangun tata kehidupan bermasyarajat, berbangsa, dan  bernegara yang demokratis?
Jawab: karena jika seperti dilohat dari salah satu definisinya, tujuannya adalah menciptakan peradaban yang mengacu kepada nilai-nilai kebijakan bersama, dan disamping itu juga dasar utam masyarakat madani itu sendiri adalah persatuan dan integrasi sosial.

2. Faktor-faktor apa saja yang diperlukan sebuah bengsa dalam membangun masyarakat madani?
Jawab: Menurut saya faktor-faktornya dioantaranya, masyarakat/warga yang bermoral, yang memilki keinginan kuat untuk mencapai masyarakt madani. Begitu juga dengan fasilitas negara yang ada yang bisa mendukung tercapainya masyarakat madani.

3. Peran apa saja yang bisa dilakukan oleh organisasi kemasyarakatan(ormas) dan lembaga swadaya masyarakat (LSM) dalam membangun masyarakat madani di Indonesia ?
Jawab: Mereka dengan sukarela berniat serta bergerak di bidang kegiatan tertentu yang di tetapkan oleh organisasi/lembaga sebagai wujud partisipasi Masyarakat dalam meningkatkan taraf hidup masyarakat dan kesejahteraannya. Mereka bekerja tidak hanya untuk melayani diri senndiri atau anggota-anggota, tetapi untuk melayani masyarakat yang membutuhkannya.
    
 4. Menurut saudara apa yang perlu dilakukan oleh suatu bangsa dalam melakukan transformasi budaya menuju masyarakat madani?
Jawab: dengan masih tetap menjaga budaya sendiri, tidak sampai melunturkan apalagi menghilangkan budaya sendiri. Dan menerima budaya asing  mengambil dari segi positifnya saja.

5. Menurut saudara apakah Indonesia mempunyai modal sosial untuk membangun masyarakat madani?
Jawab: Ya, dilihat dari penduduk/masyarakat/warganya yang berjiwa sosial yang cukup tinggi, dan itu bisa saja menjadi modal sosial untuk membangun masyarakat madani bagi Indonesia.

6. Menurut saudara apakah pemaksaan kehendak oleh suatu kelompok terhadap kelompok lain merupakan karakteristik masyarakat madani?
Jawab: tidak. Karena untuk menuju masyarakat madani harus adanya wilayah publik yang bebas, demokrasi, toleransi, pluralisme, dan lain-lain. Jadi kalau terdapat pemaksaan antar kelompok maka tidak akan  terwujud masyarakat madani tersebut. Malah kita semua kana terpisah, dan bercerai berai.

7.Jika saudara sebagi penggerak salah satu ORMAS, apa yang akan anda lakukan jika ada kebijakan pemerintah yang merugikan kelompok saudara?
Jawab: jika memang kebijakan tersebut tidak merugikan masyarakat di segala penjuru, (hanya merugikan saya saja). insyAllah saya ikhlas, karena ormas itu di bentuknya oleh anggota masyarakat secara sukarela atas dasar kesamaan kegiatan, profesi, fungsi, agama, dan kepercyaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.





PENDAHULUAN
Ciri masyarakat madani dikemukakan oleh Rahardjo, dalam kelompok kerja pengkajian dan perumusan filosofi, kebijaksanaan dan strategi pendidikan Nasional bahwa istilah masyarakat madani ternyata menghasilkan berbagai istilah senada dengan maknanya yang tidak persis sama, namun dapat menjadi acuan untuk mengidentifikasikan karakteristik masyarakat yang diinginkan. Pengertian yang dikemukakan oleh Ciceo pada abad perama sebelum masehi sebagai civitas societas yang mengacu pada Negara-negara Athena. Istilah masyarakat madani mengacu pada konsep civil society dan konsep Negara kota Madinah al Munawwaroh yang dibangun oleh Nabi Muhammad SAW pada tahun 622 M. masyarakat madani juga mengacu kepada konsep yang diperkenalkan oleh Ibnu Khaldun dan konsep madinah al Fadhilah (Negara utama) yang dikemukakan oleh filusuf Al-Faraby

Dengan mengacu pada Piagam Madinah ada beberapa sifat yang perlu diperhatikan seperti yang dikemukakan oleh Umari (1999) antara lain sebagai berikut : (1) keadilan (2) egalitas, (3) toleransi, (4) moderat, (5), kemanusiaan, (6) demokrasi, (7) keseimbangan, dan (8) solideritas social
Pada saat itu penduduk kota madinah yang terdiri atas : (1) masyarakat Muslim yang dating dari Makkah (kaum Muhajirin), (2) masyarakat Muslim Madinah (Anshar) yang utamanya adalah terdiriatas suku Aus dan Khazroji (3) penduduk yang menyembah berhala (kaum kafir) dan (4) kaum Yahudi. Hal tersebut diatas menggambarkan bahwa masyarakat madinah yang kompleks dan pluralistis tersebut, mungkin dapat kita bandingkan dengan masyarakat Indonesia yang luas seperti unity dan diversity atau dengan perkataan lain masyarakat Indonesia adalah masyarakat Pluralistis (majemuk).
Berdasarkan kriteria tersebut di atas, ada kemungkinan konseep masyarakat madani bias diterapkan di Indonesia atau masyarakat madani sangat relevan dengan era reformasi, namun dengan perkembangan masyarakat Indonesia. Dengan adanaya kehendak terwujudnya masyarakat madani di Indonesia sering pula diistilahkan dengan masyarkat Indonesia baru.
Berkaitan dengan criteria masyarakat madani tersebut diatas, maka pada masa pemerintahan orde lama dan orde baru belum dapat dikatakan sebagai masyarakat dikendalaikan oleh Negara dengan indicator antara lain : otoriterisme, militerisme, dan indoktrinitas kekuasaan. Jal inilah yang dapat menyuburkan praktik kolusi, koripsi dan nepotisme (KKN), sehingga bangsa Indonesia mengalami krisis nasional seperti saat ini.
Sehubungan dengan hal tersebut diatas, bab ini membahas tentang : (1) pendahuluan, (2) gambaran masyarakat madani (3) perubahan menuju masyarakat madani dan (4) perencana pendidikan sebagai pemberdyaan masyarakat madani Indonesia.
GAMABARAN MASYARAKAT MADANI INDONESIA
Masyarakat madani Indonesia yang disepakati sebagai cita-cita bersama bangsa ini adalah masyarakat Indonesia baru. Dalam konsep masyarakat madani (Al-miyatama’ al-madany) sering diidentikan dengan masyarakat sipil (civil society) masyarakat madani dapat dipahami sebagai “kemandirian aktivitas warga masyarakat berhadapan dengan Negara, sekaligus terwujudnya nilai-nilai : keadilan, persamaan, dan pluraisme dalam kehidupan masyarakat. Setidaknya ada tiga pengertian dari masyarakat madani adalah :(1) masyarakat mandiri, (2) masyarakat beradab, (3) masyarakat Islam.
1. MASYARAKAT MADANI
Salah satu ciri masyarakat madani adalah manusia unggul. Keunggulan manusia ini terdiri dari : (1) keunggulan individualistas dan (2) keunggulan partisipatoris. Keunggulan indvidualitas ialah manusia yang unggul tetapi keunggulan tersebut hanya untuk kepentingan diri sendiri. Keunggulan yang diperolehnya diabadikan untuk mengumpulkan harta benda untuk kepuasan diri sendiri (hedonism) ataupun memupuk kekuasaan. Manusia unggul secara individualistik adalah manusia rakus, yang saling mematikan satu sama lain inilah tipe manusia homo homini lupus.
Keunggulan partisipatoris ialah manusia unggul dengan sifat-sifat antara lain : (1) kemampuan ntuk mengembangkan janringan-jaringan kerjasama, (2) kemampuan untuk mengembangkan tim kerjasama, (3) kemampuan untuk mengembangkan pengetahuan dan keterampilan secara terus menerus. Kiat-kiat pengembangan keunggulan partisipatoris adalah sebagai berikut : (a) dedikasi dan disiplin. (b) jujur, (c) inovatif, (d) tekun dan (e) ulet.
Pengetian masyarakat madani sebagai kemandirian aktivitas masyarakat dapat terwujudnya nilai-nilai tertentu, maka masyarakat madani secara lebih jelas dapat dikenali sebagai masyarakat yang tidak di kekang oleh Negara. Mereka diberi kebebasan berekspresi dan beraktivitas, serta menjunjung tinggi nilai-nilai keadilan, persaudaraan dan menaati aturan-aturan yang disepakati bersama.
Manusia yang besikap kreatif terhadap tantangan baru dan mampu mengatisipasi perkembangan. Manusia yang kreatif harus memiliki kemampuan antara lain kemandirian, keberanian dan tanggung jawab. Akan tetapi sikap konfrontasi akan membahayakan perkembangan kreativitas mansia kreatif dan mandiri yang memiliki harga diri serta kepercayaan pada diri sendiri yang mumungkinkan dia berprakarsa dan bersaing. Dia sangup mengeidentifikasi kan dimensi moral dan etis dalam perubahan-perubahan social atau dalam menetukan pilihan-pilihan teknologi dan sanggupp menalar secara moral (moral reasoning). Orang-orang yang mandiri tersebut dapat dilihat dengan indicator antara lain : (1) progresif dan ulet, seperti tampak pada usaha mengejar prestasi, penuh ketekunan, merencanakan dan mewujudkan harapan-harapannya, (2) berinisiatif, yang berarti mampu berfikir dan bertindak secara original, kreatif dan penuh inisiatif, (3) mengendalikan diri dalam, adanya kemampuan mengatasi masalah yang dihadapi, mampu mengendalikan tindakannya serta kemampuan mempengaruhi lingkungan atas usahanya sendiri, (4) kemantapan diri, mencakup dalam aspek percaya pada diri sendiri, dan (5) memperoleh kepuasan atas usahanya sendiri, manusia kreatif dapat menjadikan manusia mandiri dan pada akhirnya dapat menjadikan masyarakat mandiri.
Untuk mewujudkan masyarakat madani. Diperlukan suatu pra-syarat, antara lain adanya kebebasan pers dan kebebasan berpendapat, berjalannya control social terhadap pemerintahan dan yang terpenting adaah pada norma dan peraturan perundangan yang berlaku dan tidak ada satpun manusia yang kebal hokum termasuk presiden, ketua MPR, dan ketua DPR. Jika tidak dilakukan hal seperti tersebut diatas, maka kemandirian aktivitas masyarakat dapat menimbulkan chaos, seperti yang terjaddi selama ini dengan munculnya beragai kerusuhan, fitnah, kekuasaan, pemerkosaan dan isu yang memisahkan dari Negara kesatuan republic Indonesia.
Dalam era reformasi sekarang ini, kemadirian masyarakat, kemadirian ormas, kemandirian orsospol semakin terbuka dan telah mulai menemukan tempatnya sesuai dengan semangat reformasi yang seeding bergelora di kalangan bangsa Indonesia, menurut Madjid (dalam rusli pikiran rakyat, 27 maret 1997), bahwa sebenarnya pada era reformai sekarang inilah bangsa Indonesia memeroleh kemerdekaannya.
2. Masyarkat Beradab
Menurut umari bahwa permodalan yang besar adalah permodalan yang menciptakan lingkungan yang cocok secara politik, social, ekonomi, budaya, cultural dan material yang mengantarkan seseorang bias mengamalkan perintah-perintah tuhan dalam seluruh aktivitasnya, tanpa dirintangi oleh institusi-instistusi masyarakat. Institusi-institusi tersebut tidak boleh menyebabkan adanya kontradiksi antara keyakinan agama dan perbuatan, atau menekan seseorang untuk menunjang dari kewajiban-kewajiban terhadap Allah SWT.
Berkaitan dengan masyarakat yang beradab bahwaislam menganggap orang-orang mukmin sebagai saudara. Allah SWT berfirman yang artinya “sesunguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara.” (Al-hujarat : 10). Untuk itu, membangun suatu persahabatan yang akrab dan tolong menolong dalam kebaikan adalah kewajiban bag seetiap muslim.
Perlu kita ketahui, bagaimanapun majunya suatu peradaban seeperti dalam sains, literatur dan seni, bagaimanapun warna-warnanya pencapaiannya dengan arsitek, perlengkapan, pakaian dan makanan. Bagaimanapun jauhnya peradaban itu meraih kemajuan material, maka dengan pandangan sejarawan islam, kemajuan tersebut tetap terbelakang dan kurang, jika tidak menyediakan lingkungan yang kondusif untuk pengabdian terhadap tuhan dan pengamatan ajaran-ajarannya yang terkandung dalam syariat islam.
Masyarakat madani dapat dipahami sebagai “masyarakat beradab” (civilized society). Menuju pada arti kata “madani” yang berasal dari bahasa arab yaitu Madaniyah atau tamaddhu (peradaban atau civilization). Kata tamaddhu dalam bahasa arab bararti peradaban dalam pengartiannya yang madani.
Ibnu Khaldun, mengemukakan dalam istilah umum untuk mengartikan peradaban Ibnu Khaldun mengemukakan peradaban adalah “organisasi social”. Ketika organisasi dibentuk, peradaban muncul. Masyarakat maju dengan munculnya teknisi-teknisi terampil, designer, pemusik, arsitek, cendikiawan dan sebagainya, selanjutnya Ibnu Khaldun mengemukakan suatu peradaban akan hancur apabila terjadi (1) ketidak adilan (zhulan), Zhulan diartikan sebagai penyalah gunaan kekuasaan, penyelewengan kekayaan, dan penindasan buruk, korupsi, merosotnya moralitas, dan emosi perasaan keagamaan juga menentukan perdaban.
¬¬¬¬¬¬¬¬¬¬¬pada saat ini ada fenomena bangsa Indonesia menghadapi keritis dalam berbagai bidang akibat dari Zhulan KKN, degradasi moral, dan erosi keagamaan. Dalam hal ini, sebagian kecil masyarakat Indonesia kurang beradab (uncivilization people), dengan indicator antara lain : (1) modalnya termakan provokasi (2) mudah terhasut isu (3) melakukan penjarahan, kerusuhan dan pencurian dan (4) melakukan tindakan anarkis lainnya. Hal ini dapat juga kita lihat gejala sebagian masyarakat Indonesi yang kurang beradab antara lain timbul peradaban seperti pembnuhan ulama oleh dukun santet dan fasilitas umum kehidupan lainnya telah mereka rusak dalam aksi-aksi kerusuhan.
Menrut Quthal, bahwa prinsip-prinsip dan nilai nilai peradaban islam itu adalah ketakwaan kepada Allah SWT, keyakinan kepada kekuasaannya. Sebagai dasar hubungan antara manusia, supermasi kemanusiaan atas segala sesuatu yang bersifat material, pengembangan nilai-nilai kemanusiaan dan penjagaan dari keinginan hewani, penghormatan kepada keluarga, asumsi mengenai kekhalifahan tuhan di bumi dan semua masalah kekhaliahan mengenai hokum Allah SWT.
Masyarakat yang beradab itu, harus diipahami oleh umat islam sebagai masyarkat yang beriman dan bertaqwa. Keimanan itu menimbulkan amal, mendorong kemajuan serta kesejahteraan lahir dan batin karena Ialam mengajukan bahwa keimanan kepada Allah SWT adalah suatu peradaban yang selalu berdasarkan agama, hal ini sesuai dengan pendapat abduh, bangsa-bangsa purbakala seperti Mesir dan Yunani membangun peradaban masyarakat diatas agama “ketaatan” masyarakat pada Nabi-Nabi dan petunjuk-petnjuk agama merupakan basis dari setiap peradaban.
Dengan adanya pengertian masyarkat madani adalah masyarakat yang beradab, maka untuk konteks Indonesia yang mayoritas masyaraka muslim. Untuk membangun masyarakat madani Indonesia harus berdasarkan pada ajaran Islam. Untuk mewujudkannya, diperlukan peningkatan dakwah islamiyah dengan sasaran pengislaman : pola piker, perasaan dan sikap setiap individu muslim. Umat non muslim tidak perlu khawatir, karena prilaku islami tidak saja meyakini persatuan dan persaudaraan dengan sesame muslim (ukhwah islamiyah), tetapi juga dengan umat non-Muslim dan manusia pada umumnya (ukhwah bersyariah) atas prinsip wihdatul ummah (kesatuan umat manusia).
Mewujudkan masyarakat madani ditengah Bangsa Indonesia yang majemuk, kita harus mengambil pada kepemimpinan Nabi Muhammad SAW, ketika beliau bersama para sahabatnya hijrah dari Makkah ke Madinah (Yatsrib). Di Madinah Nabi Muhammad SAW memulai hidup baru, memenuhi hidup bernegara. Dalam hal ini, Nabi Muhammad SAW harus menata masyarkat Madinah yang majemuk tersebut. Pada waktu itu, penduduk Madinah terdiri atas (1) muslim dating dari makkah (Muhajirin), (2) muslim madinah (Anshar), (3) penduduk yang masih menyembah berhala, (4) penduduk yang masih menyembah berhala (kaum kafir) (5) kaum Yahudi.
Sehubungan dengan keadaan masyarakat madinah yang kompleks dan majemuk, maka nabi Muhammad SAW perlu menata dan membangun masyarkat madinah. Untuk membangun Masyarka Madinah tersebut, Nabi Muhammad SAW menyusun dan mempermaklumkan sebuah perjanjian yang dikenal dengan piagam Madinah. Piagam tersebut merupakan antisipasi dan jawaban terhadap realitas social masyarakat, agar tercipta kerukunan hidup anatara komunitas yang ada di Madinah. Piagam Madinah merupakan alat legimitimasi Nabi Muhammad SAW untuk menjadi pemimpin, bukan saja bagi kaum muslimin, akan tetapi juga bagi seluruuh penduduk Madinah.
Dengan mengacu kepada piagam Madinah ada beberapa nilai yang harus menjadi perhatian : (1) keadilan (2) legalitarian (3) toleransi (4) moderat (5) kemanusiaan (6) demokrasi (7) keseimbangan dan (8) solidaritas social. Perlu diketahui bahwa substansi materi piagam Madinah masih relevan dalam era reformasi, meskipun aktulisasinya harus disesuaikan dengan perkembangan masyarakat yang sudah sangat berbeda dengan masyarakat Madinah pada sekian abad yang silam.
Piagam madinah dapat dijadikan sebagai landasan bagi kehidpan bernegara bagi masyarakt Madinah yang plualistis dan kompleks dengan alasan sebagai berikut : (1) semua pemeluk Islam, meskipun berasal dari banyak suku harus menjadi suatu komunitas, dan (2) hubungan antara sesame anggota komunitas islam dengan anggota komunitas-komunitas lain yang didasarkan atas prinsip-prinsip antara lain sebagai berikut :(a) bertetangga yang baik (b) saling membantu dalam menghadapi musuh bersama (c) membela bagi mereka yang teraniyaya (d) saling menasehati (e) menghormati kebebasan agama.
Piagam madinah dianggap oleh pakar politik sebagai konstitusi Negara islam yang pertama. Hal ini menggambarkan bahwa Islam adalah agama perdamaian dan penuh toleransi, dan juga menunjukan perilaku teladan oleh Nabi Muhammad SAW.
Piagam Madinah mengandung prisnsip social antara lain persamaan kedudukan manusia di depan tuhan (QS 49:13) persaudaraan sesame manusia, (QS 49:10), ayat suci al-Qur’an tersebut berimplikasi terhadap toleransi, saling hormat menghormati, saling tolong menolong, saling bekerja sama dan menghidari sikap permusuhan, serta keadilan social dan kejujuran harus ditegakan (QS. 5:5).
Secara rinci sifat-sifat umum suatu kehidupan masyarakat Islam yang dikemukakan oleh Mandudi sebagai berikut (1) persahabatan dan permusuhan seseorang seseorang haruslah untuk keridhoan tuhan semata (2) berkerjasama dalam kebaikan dan taqwa serta tidak serta tidak bekerjasama dalam perbuatan yang bersifat dosa dan permusuhan (3) umat islam, sebagai “khoiru Ummah” melaksanakan amal ma’ruf nahi munkar (4) seluruh anggota masyarakat hidup sebagai saudara satu sama lain, tidak saling berpikiran jahat, salaing cemburu, salaing benci dan saling tantang tanpa perlu (5) tidak ada orang yang membantu sebuah perbuatan aniaya, dan (6) satu sama lain saling mencintai bagaikan mencintai diri sendiri.
Sehubungan dengan masyarakat Indonesia yang pluralistis, maka karakteristik masyarkat madani Indonesia adalah tercermin dari berbagai prinsip sebagai berikut : (1) demokrasi, sebagai cirri utamanya adalah menurut kemampuan partisipasi masyarakat dalam system politik, dengan organisasi-organisasi yang mandiri dan pemerintah, sehingga memungkinkan control aktif dari masyarakat terhadap pemerintah dan pembangunan serta sekaligus masyarakat sebagai pelaku ekonomi pasar, (2) kepastian hokum atau kehidupan masyarakat yang diwarnai oleh rul of low bukan kekuasaan yang sangat dominan, akan tetapi bukanlah yang perlu ditegakan (3) eqalitarian, artinya suatu masyarakat yang mementingkan keadilan, memberikan kesempatan yang luas kepada masyarakat untuk maju dan berkembang, kemajuan tidak hanya untuk segelintir kelompok elit (4) penghargaan yang tinggi atas human dignity (5) kemajemukan budaya dan bangsa Indonesia dalam suatu kesatuan, Indonesia merupakan suatu masyarakat yang multi etnik dan sekaligus multi cultural. Kemajemukan ini bukan saja suatu kenyataan, akan tetapi lebih bermakana sebagai suatu potensi sumber kekuatan (6) religious, artinya masyarakat sipil yang diinginkan dan bukan suatu masyarakat sekutu materialistis, tetapi suatu masyarkat yang etis religious.
c. perubahan Menuju Masyarakat Madani
1. Masyarakat Indonesia Majemuk
Pengertian struktur social dikemukakan oleh Suparlan, bahwa struktur social adalah sebagai pola dari hak dan kewajiban para pelaku dalam suatu system interaksi yang terwujud dari rangkaian-rangkaian hubungan social yang relative stabil dalam suatu jangka waktu tertentu. Pengertian hak dan kewajiban para pelaku dikaiatkan dengan masing-masing status dan peranan para pelaku dikaitkan dengan masing-masing status dan peranan para pelaku, status dan peranan bersumber pada system penggolongan yang ada dalam buadaya masyarakat yang bersangkutan dan yang berlaku menurut masing-masing pendapat dan situasi-situasi social dimana interaksi social itu terwujud.
Masyarakat Indonesia adalah masyarakat majemuk. Kemajemukan masyarakat Indonesia ini dikemukakan oleh Mutakim, bahwa kemajemukan itu dipandang secara horizontal dan vertical. Kemajemukan horizontal adalah menunjukan adanya satuan-satuan social yang keragamannya dicarikan oleh perbedaan suku bangsa, agama, bahasa, adat istiadat dan perbedaan unsure-unsur keadaan lainnya. Perbedaanhorizontal itu tidak diukur berasarkan kualitas. Artinya bahasa bahasa daerah suku x tidak lebih baik dari bahasa dari suku y, atau traddisi daerah M bukan lebih baik atau lebih jelek dari daerah N.
Kemajemukan vertical yang didasarkan pada pemahaman perbedaan dan unsure-unsur yang membuat keragaman tersebut dapat diukur berdasarkan kualitas atau kadarnya. Misalnya perbedaan dari aspek ekonomis, akan ditandai dengan adanya kelompok-kelompok masyarakat yangberekonomi tinggi, menengah, rendah atau leemah. Ada kelompok masyarakat berpendidikan tinggi, menengah, rendah dan kelompok bta aksara.
Clifford Gueter mendefinisikan masyarakat bias terjaddi atas dasar (1) solideritas mekanis, atau suatu kesadaran kolektif, dan (2) solideritas organis, atau suatu kesadaran adanya saling ketergantungan diantara bagian-bagian dari suatu social. Potensi ini salah satu upaya menciptakan integrasi nasionalnya.
Paham fungsionalisme structural melihat bagaimana suatu system social itu terintegrasi, antara lain : (1) suatu masyarakat senantiasa terintegrasi di atas tumpuan yang berupa konsensus diantara sebagian besar warga masyarakat yang berkenaan dengan nilai-nilai kemasyarakatan yang bersifat fundamental dan (2) suatu masyarakat senantiasa terintegrasi karena bagian-bagian warga masyarakat sekaligus menjadi anggota dari berbagai kesatuan social. Jika ada konflik diantara kesatuan social dengan yang lainnya, maka akan segera dinetralisasi oleh adanya loyalitas ganda dari para anggota masyarakat terhadap kesatuan social yang berbeda-beda.
Kita telah mengetahui bahwa masyarakat Indonesia adalah masyarakat maejmuk. Untk itu, pemahaman terhadap perubahan masyarakat harus mengingat masyarakat seebagai suatu system social yang didalamnya terdapat aspek structural, cultural dan proses-proses social. Perubahan social tidak akan dapat terjadi tanpa adanaya perubahan structural dan cultural baik oleh karena hasil pengaruh factor internal maupun factor internal masyarakatnya.
2. Tahap dan Strategi Perubahan Masyarakat
Faktor cultural mencakup segala aspek isi dan system social yang berakar pada tata nilai dan falsafah masyarakatnya. Factor struktur mencakup segala bentuk organisasi dan kelembagaan masyarakat. Embrio perubahan masyarakat dapat terjadi pada factor cultural misalnya tumbuh aspirasi baru. Inisiatif keinginan baru tersebut dapat dipercepat dengan perekayasaan lebih kondusif untuk perubahan struktural. Dan sisi lain perubahan structural dapat memicu tumbuhnya benih baru erubahan cultural.
Menurut Kuntowijoyo, bahwa perubahan masyarakat melalui tifa tahapan : pertama, tahap ganda, yakni ketika masih ada pemilihan antara masyarakat (civil society) dengan Negara (political society). Kondisi demikian terjadi pada waktu Negara tidak memberikan pelayanan dan perlindungan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat, kedua, tahap tunggal, yaitu ketika sudah berhasil dibangun masyarakat madani (civil society), yang mampu menyatukan kepentingan masyarakat dengan kepentingan negara, ketiga, tahap akhir, yakni masyarakat etis (ethical society). Perlu kita ketahui bahwa di Indonesia makna masyarakat sipil adalah masyarakat demokratis, ditandai dengan tegaknya hukum, KKN (krupsi,kolusi, nepotisme) harus dihapus, serta pemerintah yang bersih dan berwibawa harus ditingkatkan. Sedangkan mayarakat yang etis harus dibentuk oleh kesadaran etis dan bukan oleh kepentingan keberadaan serta bermanfaat untuk mencegah ketersesatan dalam masyarakat sipil sekuler.
Selanjutnya Kuntowijoyo, memaparkan bahwa perubahan masyarakat dari satu tahap ke tahap yang berikutnya dengan strategi perubahan yaitu (1) strategi structural (2) strategi cultural,dan (3) strategi mobilitas social. Strategi structural adalah untuk mengubah dari tahap tunggal yitu menyatunya masyarkat dan Negara (political society) tidak dengan sendirinya menjadi satu dengan (civil society) tanpa adanya peubahan structural adalah untuk mengubah dari tahap keterpilihan Negara dari masyarakatnya menuju ke tahap tunggal yaitu menyatunya masyarakat dan Negara (political society) tidak dengan sendirinya menjadi satu dengan (civil society) tanpa adanaya perubahan structural. Misalnya pembentukan majelis perwakilan yang lebih representative. Harus ada pemisahan yang tegas antara kedudukan legeslatif, eksekutif, untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih dan berwibawa dalam rangka mewujudkan masyarakat madani Indonesia pada era reformasi. Strategi cultural dalam perubahan masyarakat adalah lebih menekankan pada terjadinya perubahan cara berfikir dan prilaku individual. Hal ini lebih berbeda dengan strategi structural yang lebih menekankan pada perubahan pada perubahan kolektif dan struktur politik.
Strategi mobilitas social dalam perubahan masyarakat adalah lebih besifat alami. Hal ini sesuai dengan perkembangan intelektualitas dan hati nurani manusia dan masyarakatnya, dan sangat cocok untuk menciptakan masyarakat etis. Pendukung masyrakat etis adalah mereka yang sekaligus memiliki pengetahuan yang cukup dan keimanan yang mantap. Harus kita yakini bahwa dengan strategi pendidikan dapat menegakan strategi mobilitas social untuk meningkatkan kesadaran masyarakat untuk menjadi masyarkat yang etis.
Dalam keadaan bangasa Indonesia yang sedang mengalami krisis pada saat ini, bili membiarkan proses mobilitas social terjadi alamat kurang cocok oleh karena akan terlalu lama dan krisis berkepanjangan. Sedangkan strategi structural dn strategi cultural dipertimbangkan lebih cocok, dan diterapkan secara simultan. Oleh karena itu, akan terjadi proses saling medukung antara erubahan structural dan penggeseran cultural.
Terjadinya perubahan menuju masyarakat madani memiliki ganda yang sesuai dengan latar belakang masyarakatnya. Bagi masyarakat sosialis masyarakat madani seperti lembaga perwakilan, system multi partai dan sebagainya, meskipun disadari bahwa tidak dengan sendirinya dengan adanya instrument-instrumen tersebuat akan terjadinya masyarakat demokratis. Bagi mayarakat kapitalis, masyarakat madani dapat menimbulkan kecemasan baru yaitu runtuhnya konsep welfare state, digantikan dengan civil society. Implikasi dari masyarakat madani adalah perlunya pemikiran tentang bagaimana menata perluasan peran masyarakat sehingga proporsional dengan benar dan jenis peran Negara (public). Hal ini sesuai dengan oerkembangan tingkat kemampuan masyarakat, sehinggatidak mengaburkan arti atau menginkari tujuan kehidupan bengsa dan bernegara. Sedangkan pembentukan masyarakat madani di Indoensia menurut kuntowijoyo harus merujuk kepada Negara kesatuan republik Indonesia yang berdasarkan pada Pancaasila dan UUD 1945.
D. Pendidikan Sebagai Pemberdayaan Masyarakat Madani
1. pengetian Pemberdayaan
Kata poower dalam empowerment diartikan sebagai “daya” sehingga empowerment diartikan sebagai pemberdayaan. Daya dalam arti kekuatan yang berasal dari dalam, tetapi dapat diperkuat dengan unsur-unsur penguatan yang diserap dari luar. Dalam rangka pemberdayaan masyarakat dapat dillihat dalam berbagai sisi sebagai berikut : (1) menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat berkembang (enabling). Disini titik tolaknya adalah bahwa setiap manusia, setiap masyarakat memiliki ootensi yang dapat dikembangkan. Pemberdayaan adalah upaya untuk membangun daya atau potensi manusia dengan upaya mendorong memotivasikan dan membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimilikinya serta berupaya untuk mengembangkannya (2) memperkuat potensi atau daya serta berupaya untuk mengembangkannya (3) memperkuat potensi atau daya yang dimilki oleh masyarakat (empowering), untuk itu, diperlukan langkah-langkah yang yang nyata, program yang terarah menciptakan iklim dan suasana yang kondusif (4) memberdayakan mengandung arti melindungi. Dalam melindungi harus dilihat sebagai upaya untuk mencegah terjadinya persaingan yang tidak seimbang serta eksploitas yang kuat atas yang lemah. Upaya memberdayakan masyarakat harus terarah, dan (5) pemberdayaan adalah konsep yang menyeluruh atau holistik. Pemberdayaan itu menyangkut dapat memberikan nilai tambahan dalam bidang ekonomi, sosial, budaya dan politik dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
2.PengertianPendidikan
Soedijarto mengemukakan behwa pembangunan nasional di bidang pendidikan adalah uppaya mencerdaskan kehidupan bangsa dan meningkatkan kualitas manusia indonesia dalam mewujudkan masyarakat yang maju, adil dan makmur serta memungkinkan para warganya mengembangkan diri baik berkneaan dengan aspek jasmaniah maupun rohaniah berdasarkan pancasila dan UUD 1945. Selanjutnya tilaar mengemukakan bahwa pendidikan sebagai bagian dari usaha untuk meningkatkan taraf kesejahteraan kehidupan manusia yang merupakan bagian dari pembangunan Nasional. Menghadapi perubahan-perubahan yang besar dalam era kehiduan nasional kita, maka kita memerlukan suatu visi dan misi serta rencana pendidikan yang lebih terarah yang merupakan rencana strategi pendidikan nasional. Berkaitan dengan pendidikan ini juga dikemukakan oleh Widodo. Pendidikan Nasional yang modern adalah pembentukan manusia Indoensia yang sadar iptek, kreatif dan solideritas-etis. Tujuan pendidikan adalah membentuk manusia seutuhnya. Dan juga harus menjaga keserasian antara pendidikan sebagai unsur perkembangan sosial, alat transportasi sosial dan alat integrasi nasional.
Sehubungan dengan hal tersebut diatas, maka pendidikan adlah proses pengembangan potensi manusia secara totalitas dengan mengembangkan potensi manusia tersebut sehingga memperoleh nilai-nilai tambahan.
Berkenaan dengan nilai tambahan ini Habibie mengemukakan bahwa pembangunan dapat dikatakan berhasi, apabila dalam proses pembangunan terjadi akumulasi nilai tambah. Pengetian nilai tambah tidak hanya terjadi dalam kegiatan fisik saja tetapi meliputi seluruh proses kehidupan manusia. Kehidupan manusia mengalami proses nilai tambah yang bisa terus menerus meningkat (apresiasi) dan bisa merosot (depresiasi). Dalam diri manusia, proses nilai tambahan tersebut akan berhenti, atau bahkan merosot apabila seseorang telah pensiun atau berhenti dari pekerjaannya. Akumulasi nilai tambah merupakan proses yang berkesinambungan, selama seseorang bekerja dan tetap berfikir, terutama dalam bidang yang disenanginya. Nilai tambah merupakan proses yang berkesinambungan, bila seorang bekerja sesuai dengan pendidikan yang dikuasi dan dinkmati oleh orang yang bersangkutan. Pengertian nilai tambah secara luas adalah peningkatan efisiensi. Untuk itu, pendidikan berperan untuk memberikan nilai tambah dalam proses kehidupan manusia.
3.Menuju Masyarakat Madani
Perubahan menuju masyarakat madani dan untuk selanjutnya menuju masyarakat etis diperlukan individu dan masyarakat yang berkemampuan tinggi. Oleh karena itu, peran pendidikan adalah mempersiapkan individu dan masyarakat, sehingga memiliki kemampuan dan motivasi serta berartisipasi secara aktif dalam aktualisasi dan intitusionalisasi masyarakat madani. Misalnya untuk menjadi pelaku aktif dam ekonomi pasar masyarakat membutuhkan lembaga-lembaga perekonomian madani , dalam sektor mnufaktur maupun jasa, yang efektif dan hanya mungkin diisi oleh sumber daya manusia bermutu tinggi. Dalam bidang politik, untuk membangun sistem politik multi partai, lembaga perwakilan yang representatif, pemerintah yang bersih dan berwibawa juga membutuhkan sumber daya manusia yang profesional dalam bidangnya, dan memiliki komitmen tinggi terhadap tata nilai dan sistem mayarakat madani yang diperjuangkan.
Dalam masyarakat pramodern, pendidikan sepenuhnya menjadi tanggung jawab keluarga, namun dengan semakin kompleknya masyarakat, keluarga tidak mungkin lagi menunaikan fungsi pendidikan secara tuntas. Dalam masyarakat modern munculah sistem pendidikan yang diyakini mampu melaksanakan fungsi pendidikan dengan baik, sistem pendidikan ini cenderung lebih banyak dikelola atau diwarnai kepentingan negara. Memang tidak dapat diingkari bahwa pendidikan juga menjadi kepentingan negara, namun tetap menjadi kepentingan masyarakat dan keluarga.
Kebijaksanaan reformasi pendidikan yang meliputi aspek-aspek makro yaitu : visi sampai manejemen, dan aspek-aspek mikro yakni kebijaksanaan mengenai proses pendidikan, apa dan dengan cara bagaimana pembelajaran harus terjadi. Pendidikan harus mempu menghasilkan manusia yang unggul secara intelektual, mantap secara moral, kompetensi menguasai iptek, serta memiliki komitmen yang tinggi untuk berbagai peran sosial pada level makro, dibutuhkan sistem pendidikan nasional yang demokratis, desentralisasi dan berorientasi kemajemukan, semua itu tercermin diantaranya dalam pemerataan dan aksebilitas kesempatan pendidikan. Desentralisasi kewenangan pendidikan yang harus disertai dengan kebijaksanaan-kebijaksanaan yang mengatur manajemen mutu. Pada level mikro, proses pendidikan harus terjadi dalam iklim demokratis, kesempatan melakukan diversifikasi secara profesional, dalam koridor mencerdaskan kehidupan bangsa Indonesia.
Hasil dan manfaat pendidikan jengka panjang dapat medukung kelanjutan masyarakat madani. Kebijaksanaan pendidikan jangka menengah dan pendek untuk membantu bangsa Indonesi yang sedang mengalami krisis nasional secara berkepanjangan dan kompleks sampai dicapai pemulihannya dalam bidang ekonomi, politik, sosial budaya, dan hukum yang berperadaban. Penataan jangka panjang harus menghasilkan sistem pendidikan yang mampu saling mendukung dengan sistem masyarakat madani Indonesia yang pluralistis-etis religius.
Untuk memberdayakan masyarakat madani diperlukan suatu persyaratan antara lain : (1) adanya kebebasan pers (2) adanya kebebasan berpendapat (3) adanya kebebasan berserikat dan berkumpul (4) kontrol sosial berjalan dengan baik (5) tegaknya supermasi hukum dalam masyarakat dan pemerintah dan (6) masyarakat dan pemerintah harus tunduk pada hukum yang berlaku. Disamping itu juga perlu diperhatikan dalam memberdayakan masyarakat madani adalah : (1) pendidikan civics harus mampu menumbuhkan perspektif historis, kesadaran nilai-nilai kebangsaan yang dibutuhkan dalam masyarkat madani indonesia (2) dalam pembentukan kepribadian yang unggul perlu dikembangkan juga kemampuan intelegensi yang berdimensi banyak (multiple intellegency), termasuk didalamnya adalah intelegensi emosional, moral dan spiritual, dan (3) pengembangan pendidikan masal (mass-education) yang artinya diperlakukan berbagai pendekatan dengan pemberdayaan dan pendayagunaan media komunikasi masa, cetak dan elektronika untuk itu, masyarakat juga membutuhkan leterasi teknologi, sehingga tidak buta teknologi (technological literaty).


Polisi Indonesia dan Masyarakat Majemuk Indonesia

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjx4muH8cXmYJpIYWKbfWmHfIBdBCIARcDZDvhFCh70wFPNX9BUb0Lofeah0lzklkrhxFzd9OL5-vFyBK3RRI0CelnffQwZD6fYJ_wk38VTGmSPdTigop8LBYSiYjzMcPwFAMT_wCktKTw/s1600/images+(30).jpg

Dalam uraiannya mengenai tuntutan profesionalisme di kalangan kepolisian, Prof Harsja Bachtiar mengatakan bahwa polisi Indonesia harus mampu mengatasi berbagai masalah yang dihadapi diIndonesia yang corak masyarakatnya amat kompleks sebagaimana dikatakannya (1994:9):

Indonesia, sangat berbeda daripada kebanyakan negara lain di dunia kita ini, bahkan merupakan kepulauan yang amat banyak pulaunya, dan berpenduduk sedemikian banyak sehingga merupakan negara ke-empat di dunia, sesudah Cina dan Amerika Serikat, bila diukur atas dasar jumlah penduduknva. Indonesia merupakan kepulauan yang memperlihatkan daerah-daerah yang berbeda-beda keadaan lingkungan alamnya. berbeda-beda bahasa dan kebudayaan penduduknya, berbeda-beda agamanva, berbeda-beda sejarah perkembangan pendidikan dan tingkat pendidikan pada umumnya, berbeda-beda tingkat perkembangan ekonomi dan teknologinva, berbeda-beda prasarana komunikasinva. berbeda-beda prasarana pengangkutan dan perhubungannya, serta berbeda-beda dalam berbagai hal lain. Begitulah keadaan umum wilayah negara yang menjadi lapangan kerja kepolisian Republik Indonesia.

Sesungguhnya masyarakat Indonesia bukan hanya amat kompleks tetapi juga bercorak majemuk. Sebagai sebuah masyarakat majemuk, Indonesia adalah sebuah masyarakat-negara yang terdiri atas banyak sukubangsa, yang jumlahnya lebih dari 500 buah, yang dipersatukan oleh sistem nasional Indonesia (Iihat Suparlan 1979). Sukubangsa sebagai sebuah golongan sosial yang askripitif dapat memuwujudkan diri dalam bentuk kelompok-kelompok atau masyarakat-masyarakat sukubangsa. Masing-masing dengan kebuduyaan atau pedoman bagi kehidupan yang digunakan oleh para pelakunya untuk memahami, memanfaatkan, dan menguasai sumber-sumber daya dalam lingkungan yang mereka hadapi sehari-.hari untuk pemenuhan kebutuhan­kebutuhan mereka. Secara samar-samar maupun secara jelas masing-­masing sukubangsa di Indonesiamengakui dan diakui hak kepemilikan dan penguasaannya atas wilayah-wilayah yang merupakan lingkungan tempat hidup dan mata pencaharian mereka. Hak yang sudah ada sebelum adanya hak nasional yang dipunyai oleh sistem nasional Indonesia, karena sukubangsa-sukubangsa di Indonesia sudah ada sebelum adanya Republik Indonesia yang diproklamasikan pada 17 Agustus 1945.

Sukubangsa-sukubangsa di Indonesia memperlihatkan keanekaragaman secara horizontal dan vertikal. Keanekaragaman secara demografi ekonomi dan teknologi, politik dan corak kebudayaan pada umumnya. Keanekaragaman sukubangsa tersebut diperkaya Iagi dengan masuk dan diterimanya agama-agama tradisi besar (Hindu, Budha, Islam, Katolik, Kristen Protestan). Agama-­agama tradisi besar tersebut secara terseleksi menjadi agama dari masing-masing sukubangsa di indonesia yang menjadi pedoman bagi kehidupan dunia dan akhirat, sehingga agama tersebut menjadi bagian atau bahkan inti dari kebudayan sukubangsa yang bersangkutan.
Setiap orang Indonesia adalah seorang warga sukubangsa. Dia mempunyai jatidiri sukubangsa atau kesukubangsaan tanpa mampu untuk menolaknya. Karena setiap orangIndonesia dilahirkan oleh orang tua yang masing-masing mempunyai jatidiri sukubangsa. Dalam keadaan dimana kedua orang tua berasal dari sukubangsa yang berbeda maka dia mempunyai pilihan jatidiri sukubangsa yang dapat diacunya, yaitu. kesukubangsaan bapaknya, ibunya. atau daerah tempat dilahirkan dan dibesarkannya (Suparlan 1972). Seorang anak bukan hanya dilahirkan dalam keluarga sukubangsa tetapi juga sejak bayi dibesarkan menjadi manusia dan mahluk sosial serta berbudaya oleh keluarga atau orang tuanya yang dilakukannya dengan mengacu pada kebudayaan sukubangsanya. Karena itu kesukubangsaan dan kebudayaan sukubangsa yang dipunyai oleh seseorang adalah sesuatu yang utama dan yang pertama atau yang primordial dalam kehidupannya. Karena itu sentimen kesukubangsaan dengan mudah digalang untuk solidaritas guna memenangkan sesuatu persaingan atau konflik.

Sedangkan sistem nasional, yang terwujud sebagai negara dan pemerintahan, dibentuk berlandaskan pada prinsip ideologi kebangsaan yang rasional yang berada di atas dan memayungi berbagai bentuk sistem kesukubangsaan dari sukubangsa-sukubangsa di Indonesia. Termasuk dalam pengertian ini adalah konsep hak atas air, udara, dan bumi beserta segala isinya yang mendudukkan posisi hak sukubangsa sebagai berada dibawah hak yang dipunyai oleh negara. Dalam keadaan demikian, hubungan antara sistem nasional dengan sukubangsa-sukubangsa yang ada di Indonesia sebenarnya dapat dilihat sebagai berada dalam hubungan konflik atau hubungan persaingan untuk memperebutkan hak penguasaan dan pendistribusian atas air dan bumi beserta segala isinya, serta hak untuk mengatur dan memerintah masyarakat-masyarakat sukubangsa yang ada.

Sistem nasional Indonesia adalah sebuah sistem yang didasari oleh ideologi kebangsaan yang rasional dan terbuka bagi semua warga negaranya untuk memasuki dan menduduki jabatan-jabatan yang tersedia dalam pranata-pranata atau lembaga-lembaganya. Karena sistem nasional tersebut terbuka dan karena dalam sistem nasional Indonesia tidak ada ketentuan bahwa kesukubangsaan tidak boleh diaktifkan dalam persaingan untuk memperebutkan sumber-sumber daya dan jabatan-jabatan yang tersedia dalam struktur-strukturnya, maka sistem nasional merupakan ajang pertentangan antar sukubangsa dalam upaya memperebutkan atau mempertahankan sesuatu jabatan atau sesuatu penguasaan atas sumber-sumber daya yang tersedia.

Masyarakat majemuk, termasuk masyarakat Indonesia, adalah masyarakat yang rawan konflik yang dapat menjurus pada disintegrasi masyarakatnya. Konflik-konflik yang potensial menuju disintegrasi masyarakat adalah konflik antar sukubangsa, termasuk konflik antar pemeluk agama karena melibatkan sentimen-sentimen primordial yang mendalam dan mendasar (Suparlan 1999a). Tidaklah mengherankan bahwa dalam masa pemerintahan Orde Baru sistem nasionalIndonesia bercorak otoriter, karena hanya dengan corak pemerintahan otoriter yang didukung oleh militer dan polisi tersebut integrasi masyarakat Indonesia sebagai masyarakat majemuk dapat dijaga keutuhannya. Dampak dari pemerintahan yang otoriter tersebut adalah bahwa dinamika kehidupan sukubangsa dan kesukubangsaannya tertekan, dari pada waktu pemerintahan Orde Baru digantikan oleh pemerintahan reformasi yang demokratis dalam perbandingannya dengan corak pemerintahan Orde Baru, maka berbagai bentuk kekerasan dan kerusuhan antar sukubangsa bermunculan yang dapat dilihat sebagai ungkapan kebebasan mereka dari berbagai tekanan kekerasan.

Pemerintahan reformasi dibawah presiden Habibie yang bertujuan menciptakan masyarakat madani Indonesia yang modern dan demokratis, sebagaimana dikemukakan oleh beliau di dalam berbagai kesempatan, akan dihadapkan pada berbagai permasalahan yang lebih kompleks Iagi berkaitan dengan berbagai permasalahan kesukubangsaan dan hubungan antar sukubangsa, dengan permasalahan primordialitas dan modernitas, dengan prinsip-pdnsip yang hakiki dan demokrasi, dan dengan berbagai bentuk perubahan sosial budaya akibat dari globalisasi yang dalam abad kita dewasa ini sudah tidak ada Iagi yang dapat membendungnya (Suparlan 1999b).


Dari uraian di atas, menunjukkan bahwa upaya membangun untuk menuju masyarakat madani Indonesia bukan persoalan dan perkerjaan yang mudah. Bukan seperti ”membalik telapak tangan”, sebab hal ini sangat terkaiat dengan persoalan komitmen, budaya, politik, hukum, ekonomi, pendidikan serta sikap dan persoalan hidup masyarakat Indonesia yang lain. Tentu saja, diperlukan berbagai terobosan dalam penyusunan konsep serta tindakan-tindakan, ”dengan kata lain diperlukan suatu paradigma-paradigma17 baru di dalam menghadapi tuntutan-tuntutan yang baru. Apabila tantangan-tantangan tersebut dihadapi dengan menggunakan paradigma lama, tentu saja segala usaha yang akan dijalankan memenuhi kegagalan”18. Dengan demikian, untuk menjawab tentangan tersebut, tanpaknya sektor pendidikan memiliki peran yang strategis dan fungsional untuk mewujudkan konsep tersebut, sebab pendidikan senantiasa berusaha untuk menjawab kebutuhan dan tantangan yang muncul di kalangan masyarakat sebagai konsekuensi dari suatu perubahan. Mungkin saja, kita akan bertanya model atau konsep pendidikan yang bagaimana yang dapat menjawab peresoalan tersebut.
materi referensi:



MENGAKTUALISASIKAN PERAN MAHASISWA SEBAGAI KAUM INTELEKTUAL GUNA MEWUJUDKAN MAYSARAKAT MADANI
Diposkan oleh Indra Ramdhani di 23:21
2nd LAMPIRAN







Menurut Dawan ada tiga strategi yang salah satunya dapat digunakan sebagai strategi dalam memberdayakan masyarakat madani Indonesia:

1.                        Strategi yang lebih mementingkan integrasi nasional dan politik. Strategi ini berpandangan bahwa system demokrasi tidak mungkin berlangsung dalam masyarakat yang belum memiliki kesadaran berbangsa dan bernegara yang kuat.
2.                        Strategi yang lebih mengutamakan reformasi sisitem politik demokrasi. Strategi ini berpandangan bahwa untuk membangun demokrasi tidak usah menunggu rampungnya tahap pembangunan ekonomi.
3.                        Strategi yang memilih membangun masyarakat madani sebagai basis yang kuat kearah demokrastisasi. Strategi ini lebih mengutamakan pendidikan dan penyadaran politik, terutama pada golongan menengah yang makin luas.















BAB III
PENUTUP

A.          KESIMPULAN
Dari kesekian banyak definisi tentang masyarakat madani namun dari garis besar dapat ditarik benang emas, bahwa yang dimaksud dengan masyarakat madani adalah sebuah kelompok atau tatanan masyarakat yang terdiri secara mandiri dihadapan penguasa dan negara, memiliki ruang publik dalam mengemukakan pendapat, adanya lembaga-lembaga yang mandiri yang dapat menyalurkan aspirasi dan kepentingan publik.
Tujuan dari masyarakat madani adalah untuk memelihara tanggung jawab kita dengan yang lain, berdasarkan rasa solidaritas sosial.

Ciri-ciri masyarakat madani :
Menghargai waktu
Sumber daya manusia (SDM) yang handal
Kebebasan dan kemandirian
DAFTAR PUSTAKA

Diktat Mata Kuliah Pendidikan Kewarganegaraan
http://kuliahitukeren.blogspot.com/2011/04/pengertiansejarah-perkembangan-dan.html


.

PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa masyarakat madani pada prinsipnya yaitu: free public sphere (tuang publik yang bebas), demokratisasi, toleransi, pluralisme, keadilan sosial (social justice), partisipasi sosial, dan suspensi hukum. Perbedaan yang tampak jelas adalah civil society tidak mengaitkan prinsip tatanannya pada agama tertentu. Dengan demokrasi, rakyat boleh berharap bahwa masa depannya ditentukan dari, oleh dan untuk rakyat. Pengertian pemberdayaan masyarakat madani perlu terus ditingkatkan dan mendapat perhatian sungguh-sungguh dari setiap penyelenggara negara. Bahkan untuk menjamin peradaban bangsa di masa depan, wilayah (domain) negara (state), masyarakat (civil society) dan pasar (market) itu sama-sama harus dikembangkan keberdayaanya dalam hubungan yang seimbang.
Sistem social madani ala Nabi s.a.w merupakan teladan yang baik dalam mewujudkan masyarakat madani yang memiliki ciri unggul, yakni kesetaraan, istiqomah, mengutamakan partisipasi, dan demokratisasi. Esensi ciri unggul tetap relavan dalam konteks waktu dan tempat berbeda, sehingga pada dasarnya prinsip itu layak diterapkan apalagi di Indonesia yang mayoritas berpenduduk muslim tanpa mengusik kepentingan dan keyakinan kelompok minoritas.
Negara Indonesia masih sangat tertinggal jauh dengan negara–negara lain seperti Jepang dan


DAFTAR PUSTAKA

Ahira, Anne, “Budaya Demokrasi Menuju Masyarakat Madani”, http://www.anneahira.com, diakses tanggal 22 maret 2011
Craig Calhoun, “Social Theory of the Politics of Identity”, Blackwell Publihers, USA,1994.
Hanifah, mutia.2009.Tantangan dan Hambatan Penerapan Masyarakat Madani di Indonesia.
http://www.artikata.com, diakses 22 maret 2011
Madjid, Nurcholish, “Menuju Masyarakat Madani”, http://www.fajar.co.id.diakses tanggal 22 maret 2011
Nezar Patria, dan Andi Arief, “Antonio Gramci: Negara dan Hegemoni”, Pustaka Pelajar 1999.
Neera Chandoke, “State and Civil Society: Exploration in Political Theory”. New Delhi dan London: Sage Publication,1955.
Nico Schulte Nordholt, “Menyokong Civil Society dalam era Kegelisahan”, dalam Mengenang Y.B. Mangunwijaya, Sindhunata (eds.).Kanisius, 1999.


Peluang Perubahan Menuju Masyarakat Madani
Pada era reformasi, masyarakat menuntut kembali kedaulatan rakyat yang telah hilang, karena "era reformasi menuntut perubahan total dalam kehidupan bangsa dan ma­syarakat untuk mewujudkan cita-cita "masyarakat madani Indonesia". Reformasi menuntut perubahan dalam semua aspek kehidupan khususnya bidang politik, pemerintahan, ekonomi dan budaya. Perubahan dalam bidang politik terutama diarahkan kepada hidupnya kembali kehidupan demokrasi yang sehat sesuai dengan tuntutan konstitusi 1945. Visi perubahan lebih ditekankan pada pendekatan kemanusiaan untuk menuju masyarakat madani atau civil society yang berkeadilan, berkeadaban dan mandiri di segala bidang dalam tatanan kehidupan yang harmonis.
Kenyataan kehidupan bangsa dan negara Indonesia sekarang, tanpaknya memang tidak mudah untuk mewujudkan masyarakat madani itu, jika corak budaya bangsa Indonesia masih berlangsung dengan warna seperti yang dilukiskan pada tantangan di atas. Karena untuk mewujudkan "masyarakat madani" di Indonesia tidak­lah semudah membalik telapak tangan, memerlukan proses panjang dan waktu serta menun­tut komitmen masing-masing warga bangsa untuk mereformasi diri secara total menuju terwujudnya masyarakat madani. "Diperlukan kerja keras dan niat lurus untuk merubah budaya masyarakat agar menjadi lebih demokratis, terbuka luas, dan bebas dari tekanan, agar jalan menuju masyarakat madani lebih terbuka luas". Selain itu, keharusan masyarakat untuk ikut mengambil peran dalam mewujudkan masyarakat berperadaban, masyarakat madani di Indonesia, karena terbentuknya masyara­kat madani adalah bagian mutlak dari wujud cita-cita kenegaraan, yaitu mewujudkan keadi­lan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Berbagai upaya perlu dilakukan untuk mewujudkan masyarakat madani, baik yang bersifat berjangka pendek maupun yang "berjangka panjang:
Pertama, peluang perubahan jangka pendek, menyangkut dengan perubahan pada pemerintahan, politik, ekonomi, hukum dan jurnalistik.  [1] Sesuai dengan tuntutan masyarakat pada era reformasi, agar terciptanya "pemerintahan bersih yang menjadi prasarat untuk tumbuh dan berkembangnya masyarakat madani yang sehat. Tumbuh dan berkembangnya masyar­akat madani, jelas akan menuntut ”performance”pemerintahan yang bersih, sebagai sebuah pemerintahan yang efesien dan efektif, bersih dan profesional",  berwibawa, bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme. Tercipta pemrintahan yang dapat dipercaya [credible], dapat diterima [acceptable], dapat memimpin [capable], dan pemerintahan yang bersih [clean government].  [2] Bidang politik, adanya "upaya sadar pemerintah dan masyarakat untuk mencapai tingkat kesepakatan maksimal dalam memberi makna sistem demokrasi, sehingga tercitanya tingkat keseimbangan relatif dan saling cek dalam hubungan kekuasaan eksekutif, legeslatif dan yudikatif", sehingga terwujudnya keberdayaan lembaga legislatif dalam melakukan fungsi-fungsi legislatif, pengawasan yang mencerminkan aspirasi rakyat yang diwakilinya. "Dimensi demokrasi dari masyarakat adalah tercipta kesepakatan nilai untuk kesetaraan di depan hukum dan pemerin­tah, kesetaraan dalam kompetisi dan politik, kemandirian, dan kemampuan menyelesaikan berbagai konflik dengan cara-cara damai", yang mencerminkan ciri-ciri masyarakat madani. [3] Bidang ekonomi, menuntut pemerataan kehidupan ekonomi yang lebih merata dan bukan hanya untuk kepentingan sekelompok kecil anggota masyarakat. Ekonomi yang sulit, kelaparan, hanya terdapat pada sistem politik penindasan atau yang nondemokratis. [4] Bidang hukum, reformasi menuntut ketaatan kepada hukum untuk semua orang dan bukan hanya untuk kepentingan penguasa. Setiap orang sama di depan hukum dan dituntut kedisiplinan yang sama terhadap nilai-nilai hukum yang disepakati”.  Diharpkan terbentuknya lembaga pene­gak hukum yang mencerminkan berlakunya supermasi hukum dalam kehidupan bermasyara­kat, berbangsa dan bernegara menuju suatu tatanan masyarakat madani atau civil society Indonesia.  [5] Bidang jurnalistik, terciptanya kebebasan pers, yaitu berkembangnya media massa baik cetak maupun elektronik yang sanggup berfungsi mendidik dan mencer­daskan kehidupan bangsa serta melakukan fungsi kontrol secara bertanggungjawab dan menerapkan etika jurnalistik secara konsekuen.

.
                                                                                                                                     

DAFTAR PUSTAKA

Adeney, Bernard, 2000,  Civil Society dan Abrahamic Religions, UKDW, Yogyakarta, July, 2000.

Asshiddiqie, Jimly, 2002, Reformasi Menuju Indonesia Baru; Agenda Restrukturisasi Organisasi Negara, Pembar­uan Hukum, dan Keberdayaan Masyarakat Madani, From: http://www.theceli.com/dok/ dokumen/ jurnal/ jimly/j014.htm.

Editoril, 2000, Menuju Masyarakat Madani, Jurnal Online, Badan Pekerja MPR RI Tahun 2000, Edisi No.:09, Tanggal 23 Mei 2000., Prom: http://mpr.wasantara.net.id/ bp_2000/ edisi9/editorial.htm., 31 Desember2001.

Farkan, H., 1999, Piagam Madinah dan Idealisme Masyarakat Madani, Bernas, 29 Maret 1999, Yogyakarta.

Hatta, Ahmad, 2001, Peradaban Yang Bagaimana? Rincian Misi Negara Tauhid Madinah, dalam Majalah Suara Hidaya­tullah:Juli 2001,From: http://www. hidayatullah. com/2001/07/ kajut3. shtml.,tgl.7 Juni 2001.

Hikam, Muhammad AS., 1996, Demokrasi dan Civil Soceity, LP3ES, Jakarta,

Ibrahim, Anwar, 1995,  Islam dan Pembentukan Masyarakat Madani, Makalah Disampaikan dalam  Ferstival Istiqlal, 16 September 1995,  Jakarta.

Madjid, Nurchalis 1996, “Menuju Masyarakat Madani”, Jurnal Kebudayaan dan Peradaban, ULUMUL QUR'AN, Nomor: 2/VII/1996 - ISSN : 0215-9155, Jakarta.
-------,2000, Kedaulatan Rakyat: Prinsip Kemanusiaan dan Musyawarah dalam Masyarakat Madani, dalam: Widodo Usman, dkk., (Editor), Membongkar Mitos Masyarakat Madani, Pustaka Pelajar Offset, Yogyakarta.
-------, 2001, Konstitusi Madinah, From. http://www.pgi.or.id/ balitbang/ bal_06/02_saa_ xvii/10.html.,  11 September 2001.

Mufid, 1999, Reformasi Hukum Menuju Masyarakat Madani, dalam buku:Membangun Masyarakat Madani, Menuju Indonesia Baru Milenium Ke-3, Tim Editor Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Malang, Aditya Media, Yogyakarta.

Muhammad, Agus, 2002, Jalan Panjang Menuju “Civil Society”, Kompas Cyber Media, Jumat, 6 Juli 2001, From: http:/www.kompas.com/kompas-cetak/ 0107/06/ DIKBUD/ jala38.htm, akses, 10/1/2002.

Muzaffar, Chandra, 1998, "Pembinaan Masyarakat Madani: Model Malaysia",dalam Institusi Strategi Pemban­gunan Malaysia (MINDS), Masyarakat Madani: Suatu Tinjauan Awal, Ras Grafika, Kuala Lumpur.

Nordholt, N.S., 1999, Civil Society di Era Kegelisahan,  Basis, Np. 3-4, Maret 1999, Yogyakarta.

Raharjo, M. Dawam, 1999, Demokrasi, Agama dan Masyarakat Madani, Jurnal Ilmu-ilmu Sosial UNISIA, No.39/ XXII/ III/ 1999-ISSN:0215-1412,UII, 1999, Yogyakarta.
-------,1999, “Masyarakat Madani di Indonesia, Sebuah Penjajakan Awal”, Jurnal Pemikiran Islam PARAMADINA, Vol.I,Nomor 2, ISSN; 1410-8410, 1999, Jakarta.

Sairin, Sjafri, 1999, Masyarakat Madani Dan Tantangan Budaya, dalam buku: Membangun Masyarakat Madani, Menuju Indonesia Baru Milenium Ke-3, dalam: Taufik Abdullah, dkk., Membangun Masyarakat Madani, Menuju Indonesia Baru Milenium Ke-3, Tim Editor Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Malang, Aditya Media, Yogyakarta.

Santoso, Riyadi, 1999, Pemerintahan Yang Bersih dan Masyarakat Madani, Jurnal Cides Sintesis,No.2,Th.5.

Sufyanto, 2001, Masyarakat Tamaddun, Kritik Hermeneutis Masyarakat Madani Nurchalis Madjid, Pustaka Pelajar Offset, Yogyakarta.

Syarief, Hidayat, 1999, Paradigma Baru Pendidikan Membangun Masyarakat Madani,  REPUBLIKA, 30 Oktober 1999.

Tilaar, H.A.R., 1999, Pendidikan, Kebudayaan, dan Masyarakat Madani Indonesia, Strategi Re­formasi Pendidikan Nasional, Bandung: Remaja Rosdakarya Offset.

Wahid, Abdurrahman, 2001, [Prediden Republik Indonesia], Pidato Presiden Republik Indonesia di depan Sidang Tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia 7 Agustus 2000,  From: http://istana.ri.go.id/speech/ind/07 agustus00. htm, 4 Januari 2001.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar

SEKILAS INFO BISNISKU

SUKSES ITU PILIHAN :)
sukses di USIA MUDA adalah pilihanku .
cari kerja jaman sekarang susah , kalo bisa nyolong start sekarang kenapa harus nunggu lulus kuliah baru menghasilkan uang :D

yuk gabung bersamaku dan NLC WORLD
kuliah padat ga menghentikan aku untuk berbisnis , bisnis online adalah pilihanku :D mau tau selengkapnya ???
hub aku di 0899 024 7645